Ferdinand Marcos Jr., putra diktator yang memerintah Filipina selama dua dekade, Ferdinand Marcos, unggul dalam jajak pendapat mengalahkan kandidat Leni Robredo menjelang pemungutan suara pada 9 Mei mendatang.
Kandidat berusia 64 tahun itu mengulangi pesan persatuannya di hadapan para pendukung di provinsi Iloilo tengah pada kampanye pertama sebelum serangkaian kampanye berakhir, Sabtu (07/05).
"Kami telah melakukan perjalanan ke seluruh negeri untuk menggalang dukungan melalui gerakan persatuan kami," kata Marcos.
Analis politik mengatakan Marcos terbantu oleh upaya hubungan masyarakat selama beberapa dekade untuk mengubah persepsi tentang keluarganya, bahkan ketika para kritikus menuduhnya mencoba menulis ulang sejarah.
"Mereka memiliki ... keuntungan dari menyusun narasi yang menarik, yang kita tahu mendistorsi fakta sejarah, tetapi entah bagaimana menarik banyak pemilih," kata pensiunan profesor ilmu politik Temario Rivera.
Marcos masih ungguli jajak pendapat
Survei terbaru Pulse Asia yang dilakukan pada pertengahan April 2022, menunjukkan 56 persen dari 2.400 responden mendukung Marcos, 23 persen mendukung Robredo, 7 persen mendukung mantan petinju Manny Pacquiao, dan 4 persen lainnya mendukung Wali Kota Manila Francisco Domagoso.
Salah satu yang menjadi keuntungan bagi Marcos adalah calon wakil presidennya, Sara Duterte-Carpio, yang menunggangi popularitas besar sang ayah, Presiden Rodrigo Duterte, yang pada Senin (02/05) menegaskan kembali bahwa dia tidak akan mendukung calon presiden manapun.
Saat kampanye Marcos pada hari Selasa (03/05), banyak pendukung yang meneriakkan "Duterte! Duterte!" sebelum dia berbicara.
Beda Marcos dan Robredo
Marcos dan Robredo memiliki persaingan sengit. Meskipun Marcos memimpin, Robredo sukses mendulang banyak dukungan dalam kampanyenya, yang menurut beberapa analis mungkin tidak ditangkap oleh survei terbaru. Berkampanye di provinsi Negros Occidental, Robredo menjanjikan pemerintahan yang jujur dan transparan jika terpilih sebagai presiden.
Pada pekan lalu, Robredo menantang Marcos untuk berdebat, tetapi dia menolak, dan berdalih dia lebih suka berbicara langsung ke publik. Kritikus menuding Marcos menghindari debat untuk menutupi kelemahannya. Marcos juga diketahui sulit dijangkau para jurnalis, bahkan beberapa wartawan asing menyebut mereka mendapatkan penolakan untuk meliput kampanyenya.
"Semua tindakan pembatasan ini merusak pers yang kritis dan bebas di benteng demokrasi Asia dan telah memicu kekhawatiran tentang bagaimana media independen akan diperlakukan di bawah kemungkinan kepresidenan Marcos," kata Asosiasi Koresponden Asing Filipina dalam sebuah pernyataan.
ha/vlz (Reuters)