REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 7 Januari lalu, seorang pasien bernama David Bennet menerima transplantasi eksperimental inovatif menggunakan organ jantung babi. Namun, dua bulan kemudian, tepatnya pada Maret, pria asal Amerika Serikat tersebut meninggal, dan belum diketahui pasti apa penyebabnya.
Para peneliti pun mencoba mencari tahu penyebab kematian Bennet sekaligus memeriksa organ jantung babi tersebut. Mereka menemukan tanda-tanda virus hewan di organ yang dicangkokkan, namun belum dapat memastikan apakah itu berperan dalam kematian pasien berusia 57 tahun tersebut.
Para dokter Maryland University menyatakan bahwa mereka menemukan sesuatu yang mengejutkan, yakni DNA virus di dalam jantung babi itu. Mereka tidak menemukan tanda-tanda bahwa virus yang disebut porcine cytomegalovirus ini telah menyebabkan infeksi aktif.
Di sisi lain, kekhawatiran utama tentang transplantasi organ dari hewan ke manusia adalah risiko bahwa hal itu dapat memperkenalkan jenis infeksi baru kepada manusia.
"Karena beberapa virus bersifat "laten", artinya itu mengintai tanpa menyebabkan penyakit, bisa jadi penyelundup," kata dr Bartley Griffith, ahli bedah yang melakukan transplantasi Bennett, kepada Associated Press, dilansir Jumat (6/5/2022).
Pengembangan masih terus dilakukan untuk pengujian yang lebih canggih. Dr Muhammad Mohiuddin, Direktur Ilmiah Program Xenotransplantasi University of Maryland, mengatakan bahwa hal itu diperlukan untuk memastikan agar jenis virus ini bisa lebih mudah diidentifikasi ke depannya.
Virus hewan pertama kali dilaporkan oleh MIT Technology Review, mengutip presentasi ilmiah yang diberikan Griffith kepada American Society of Transplantation, bulan lalu. Selama beberapa dekade, dokter telah mencoba menggunakan organ hewan untuk menyelamatkan nyawa manusia tanpa hasil.
Bennett, yang kala itu dalam kondisi kritis, tidak memenuhi syarat untuk transplantasi jantung manusia. Dia akhirnya menjalani operasi terakhir menggunakan jantung dari babi yang dimodifikasi secara genetik untuk menurunkan risiko bahwa sistem kekebalannya akan dengan cepat menolak organ asing tersebut.
Tim University of Maryland mengonfirmasi bahwa babi donor itu sehat, telah lulus pengujian yang dipersyaratkan oleh Food and Drug Administration (FDA) terkait infeksi. Babi itu dibesarkan di fasilitas yang dirancang untuk mencegah hewan menyebarkan infeksi. Revivicor, perusahaan yang memasok hewan tersebut masih menolak berkomentar.