REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, suspek hepatitis akut di Indonesia hingga saat ini berjumlah 15 kasus yang sedang dilakukan proses investigasi. Menanggapi hal tersebut, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama menilai akan baik bila dijelaskan lebih detil.
"Apakah 15 kasus itu apakah termasuk klasifikasi WHO probable, epi-linked atau masih pending," kata Tjandra kepada Republika, Selasa (10/5/2022).
Setidaknya, sambungnya, akan baik bila disebutkan bagaimana hasil pemeriksaan virus hepatitis A sampai E pada 15 kasus itu. Tentu, akan lebih baik lagi kalau dari 15 kasus itu disampaikan juga informasi hasil laboratorium virus lain, seperti SARS-COV-2, Adenovirus, Epstein Bar dan lainnya, atau mungkin juga toksin, ada tidaknya autoimun, dan lainnya.
Menurut Tjandra, jika memang sudah ada 15 kasus suspek, maka tentu sudah dilakukan Penyelidikan Epidemiologis (PE) mendalam sehingga pola penularan dapat mulai diidentifikasi, baik antarkasus maupun juga dengan lingkungan dan lainnya. Ihwal banyak pertanyaan apakah akan mungkin menjadi pandemi, maka tentu masih sulit ditentukan sekarang ini.
Setidaknya ada dua penjelasan umum kemungkinan penyakit apapun jadi pandemi, maka akan melalui proses ditentukan dulu sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Lalu sesudah itu dilihat lagi perkembangannya, kalau terus meluas maka baru akan disebut pandemi
"Kalau kita lihat pengalaman COVID-19, maka pertama kali dilaporkan WHO pada 5 Januari 2020, dinyatakan PHEIC 31 Januari 2020 dan Pandemi pada 11 Maret 2020," kata Tjandra.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, dari 15 pasien yang diduga suspek hepatitis akut, lima di antaranya meninggal dunia. Namun, hingga kini pihaknya masih melakukan investigasi sehingga 15 kasus tersebut masih dalam status suspek.
"Lima orang meninggal dunia di DKI Jakarta, Jawa Timur dan Sumatera Barat. Untuk hasil investigasi masih ditunggu hasil labnya. Hanya empat yang bisa sebagai pending klasifikasi yang lain masih suspek karena masih menunggu hasil labnya," ujar Nadia kepada Republika, Selasa.
Nadia menambahkan, berdasarkan pemeriksaan PCR untuk Covid yang dilakukan terhadap sembilan pasien mendapatkan hasil negatif. Kini, Kementeriam Kesehatan juga masih melakukan lima PE, namun masih belum ditemukan pola penyebaran penyakit tersebut.
“Hasil PE sementara ini belum ketemu pola penularan,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, saat ini telah ada 15 suspek hepatitis akut di Indonesia. Ia mengatakan bahwa pemerintah akan terus melakukan proses investigasi.
"Sampai sekarang di Indonesia ada 15 kasus (suspek). Di dunia paling besar di Inggris 115 kasus, Italia, Spanyol dan Amerika Serikat," kata Budi, Senin (9/5/2022).
Budi mengungkapkan, tiga suspek hepatitis akut di Indonesia dilaporkan empat hari usai pengumuman Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pada 23 April 2022.
Kemudian, pada 27 April 2022, Indonesia menindaklanjuti pernyataan KLB tersebut dengan membuat surat edaran agar semua rumah sakit dan dinas kesehatan di setiap daerah melakukan survailens kasus tersebut. Pada 30 April Singapura juga umumkan kasus yang pertama.
Kemenkes pun telah berkoordinasi dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control/CDC) Amerika Serikat dan Inggris terkait situasi itu. Disimpulkan, belum bisa dipastikan virus apa yang 100 persen sebabkan hepatitis akut pada anak di bawah usia 16 tahun.
"Sekarang penelitian sedang dilakukan bersama oleh Indonesia dan WHO serta Amerika dan Inggris untuk deteksi cepat," katanya.