REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ajaran Islam melarang memutus silaturahim. Terlebih dengan orang yang masih memiliki hubungan keluarga.
Namun apakah lama tidak berkunjung dengan saudara karena alasan tertentu seperti karena bekerja di luar kota bisa disebut memutus tali silaturahim? Lalu bagaimana agar tidak tergolong orang-orang yang memutus tali silaturahim?
Pengasuh Majelis Ahbaabul Musthofa, Habib Hasan bin Ismail Al Muhdor, mengatakan orang menyambung tali silaturahim sangat besar kedudukannya di sisi Allah SWT.
Orang-orang yang menyambung tali silaturahim akan mendapatkan keberkahan dari silaturahim yang dilakukannya. Di antara keutamaan bersilaturahim adalah memperpanjang umur dan membuka pintu rezeki.
Sebaliknya, Habib Hasan menjelaskan orang yang memutus tali silaturahim (qathi'urrahim) akan mendapatkan dosa yang besar.
Habib Hasan menjelaskan Imam Ali Zainal Abidin dalam nasihat kepada putranya mengatakan bahwa orang-orang yang memutus tali silaturahim dilaknat Allah SWT.
Lalu seperti apa orang yang memutus tali silaturahim? Menurut Habib Hasan seseorang telah memutuskan silaturahim ketika mengucapkan bahwa dirinya memutus tali silaturahim dengan saudaranya.
Selain melalui ucapan, seseorang bisa dikategorikan memutus tali silaturahim melalui sikap dan perbuatannya semisal tidak mau lagi datang bertemu atau pun tidak mau lagi berkomunikasi meskipun melalui telepon.
"Dikatakan memutus tali silaturahim jika seseorang itu menunjukan bahwa dia memutus dengan ucapan, 'udah kita putus (silaturahim)'. Atau dengan perbuatan, marah. Atau dengan sikap, tidak datang sama sekali, tidak tanya (kabar), tidak telepon," kata Habib Hasan dalam program tanya jawab yang disiarkan langsung kanal YouTube Al Wafa Tarim yang merupakan Official Channel TV Al Wafa Tarim yang diasuh Habib Hasan bin Ismail Al Muhdor pada Selasa (10/5/2022)
Habib Hasan menilai saat ini banyak sarana yang semakin memudahkan orang untuk bersilaturahim. Misalnya melalui sambungan telepon, atau melalui layanan pesan singkat. Karena itu menurut Habib Hasan menyambung tali silaturahim tidak harus bertemu secara fisik atau berkunjung secara langsung.
Menurut Habib Hasan bila seseorang berada di lokasi yang sangat jauh semisal karena bekerja di luar pulau sehingga terkendala untuk bersilaturahim secara langsung, maka orang tersebut dapat menggunakan perantara melalui telepon atau media lainnya.
Namun akan lebih baik bila seseorang tersebut dapat mengatur waktu untuk bisa berkunjung langsung kendati hanya bisa dilakukan sekali dalam setahun.
Akan tetapi menurut Habib Hasan sangat jelek dan menjadi aib bila seseorang berada di kota yang sama dengan saudara atau keluarganya namun tidak juga bisa bersilaturahim secara langsung.
Sementara orang yang sama sekali tidak menyempatkan untuk bertemu secara fisik dengan saudaranya, juga tidak menyempatkan diri untuk menghubungi saudaranya melalui telepon atau media lainnya, padahal dirinya memiliki kelonggaran yang sejatinya hal itu semua bisa dilakukannya, maka menurut Habib Hasan hal itu telah menunjukkan adanya unsur memutus tali silaturahim.
"Menyambung (silaturahim) itu tidak harus jasad kita datang ke rumah. Suara kita sampai ke dia, tanya kabar (termasuk silaturim). Kalau datang tidak, telepon juga tidak, ini termasuk ada unsur qathi'urrahim," katanya.
Oleh karena itu, menurut Habib Hasan, seseorang yang lama tidak berkunjung ke saudaranya karena alasan seperti bekerja di luar pulau, atau sakit, atau berada di luar negeri, maka bukan berarti orang tersebut tengah memutus silaturahim.
Selagi orang tersebut tidak berniat memutus silaturahim, tidak mengucapkan bahwa dirinya memutus silaturahim dengan saudaranya, dan dia terus berupaya untuk menjalin komunikasi dengan berbagai sarana, maka orang tersebut masih tergolong orang yang menjalin silaturahim.