Selasa 30 Sep 2025 13:22 WIB

Pesantren Al-Khoziny, Jejak 100 Tahun Santri Buduran

Ponpes al-Khoziny baru-baru ini alami musibah robohnya bangunan mushala.

Rep: Muhyiddin/ Red: Hasanul Rizqa
ILUSTRASI Para santri di Ponpes al-Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur.
Foto: Facebook Pondok Pesantren al-Khoziny
ILUSTRASI Para santri di Ponpes al-Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musibah ambruknya bangunan mushala di Pondok Pesantren al-Khoziny, Buduran, Sidoarjo, pada Senin (29/9/2025) menyisakan duka mendalam bagi dunia pesantren di Jawa Timur. Di balik tragedi itu, al-Khoziny bukanlah pesantren baru. Ia adalah salah satu pesantren tertua di Jawa Timur, dengan sejarah panjang yang berakar dari tradisi keilmuan Siwalan Panji.

Ketua Lembaga Dakwah PBNU yang pernah nyantri di al-Khoziny, KH Abdullah Syamsul Arifin (Gus Aab) menuturkan bahwa cikal bakal pesantren ini tidak bisa dilepaskan dari hubungan erat dengan Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Siwalan Panji Sidoarjo, Jawa Timur.

Baca Juga

Pesantren Al-Hamdaniyah ini juga pernah menjadi tempat singgah pendiri Nahdlatul Ulama, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dalam menuntut ilmu.

“Al-Khoziny itu diambil dari nama Kiai Khozin Khairuddin. Beliau perepean (ipar) dengan Kiai Hasyim Asy’ari, karena istri mereka bersaudara, sama-sama diambil menantu Kiai Hamdani di Panji,” ujar Gus Aab saat dihubungi Republika.co.id dari Jakarta, Senin (29/9/2025) malam.

Dari Panji, salah satu putra Kiai Khozin, yakni Kiai Abbas, kemudian mendirikan pesantren di Buduran. “Kalau pendirinya namanya Kiai Abbas, putranya Kiai Khozin. Jadi nama al-Khoziny itu merujuk kembali pada Kiai Khozin,” tambahnya.

Keterangan ini sejalan dengan sumber sejarah lainnya yang menyebut bahwa KHR Khozin Khoiruddin yang sebelumnya aktif di Siwalan Panji mendirikan Pondok Pesantren al-Khoziny di Buduran sekitar tahun 1927. Pesantren ini dibangun di atas tanah milik putranya, KHR Moh Abbas Khozin.

Al-Khoziny kini dikenal sebagai salah satu pesantren salaf tertua di Jawa Timur. Sejak awal berdiri, pesantren ini menekankan pengajaran kitab kuning dengan tradisi pengajian langsung dari kiai.

Seiring perkembangan zaman, pondok ini tidak hanya mengajarkan sistem sorogan dan bandongan, tetapi juga mendirikan lembaga pendidikan formal. Pada 1964, misalnya, lahir Madrasah Tsanawiyah al-Khoziny yang dirintis KHR Abdul Mujib Abbas Khozin.

Pesantren ini juga aktif menjadi ruang diskusi keagamaan dan sosial. Dalam setiap haul pendiri, al-Khoziny kerap menggelar bahtsul masail dan muhawaroh kubro yang membahas isu-isu aktual masyarakat, dari fikih kontemporer hingga problem sosial keumatan.

Secara turun-temurun, kepengasuhan pesantren ini dijalankan oleh dzuriyah KH Khozin. Saat ini, salah satu pengasuh putra adalah KH Raden Abdus Salam Mujib. Dzuriyah (keturunan) al-Khoziny yang lain, seperti KHR Moh Abbas Khozin dan KHR Abd Mujib Abbas, juga menjadi figur penting yang dikenang dalam sejarah pondok.

photo
Foto udara bangunan musala yang ambruk di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (29/9/2025). Belum diketahui jumlah korban yang yang tertimbun akibat ambruknya bangunan tersebut. - (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)

Musibah robohnya mushala

Nama besar pesantren ini kembali mencuat setelah musholla tiga lantai yang juga difungsikan sebagai asrama putra ambruk pada Senin (29/9/2025) saat santri melaksanakan sholat Ashar berjamaah. Bangunan tersebut baru saja selesai pengecoran beberapa jam sebelumnya.

Sedikitnya 84 santri menjadi korban, dengan satu santri, Alfian Ibrahim (11 tahun) asal Bangkalan, meninggal dunia. Puluhan lainnya luka-luka dan dirawat di RSUD Sidoarjo, RS Siti Hajar, dan RS Delta Surya. Suasana evakuasi berlangsung dramatis, dengan puluhan ambulans, alat berat, dan tim SAR dikerahkan untuk menyelamatkan para santri.

Pengasuh pondok, KH Abdus Salam Mujib, menyebut kejadian ini sebagai musibah besar. Sebelum ambruk, pada pagi hari hingga siang sempat dilakukan proses pengecoran tahap akhir untuk dek lantai tiga.

Saat peristiwa ambruknya bangunan mushala, proses cor sudah selesai dilakukan. "Ngecor dari pagi. Saat ambruk proses cor sudah selesai. Selesai cor siang,” ujarnya kepada wartawan, Senin (29/9/2025) malam.

Tragedi ini menjadi ujian berat bagi al-Khoziny yang sudah mengabdi kurang lebih dari seabad dalam dunia pendidikan Islam. Namun, sejarah panjang pesantren ini menunjukkan bahwa ia lahir dari ketekunan ulama dalam menegakkan ilmu dan mengasuh santri.

Nama besar KH Khozin dan keturunannya akan terus menjadi fondasi spiritual, sementara musibah ini diharapkan menjadi momentum perbaikan dan penguatan pondok agar tetap menjadi pusat ilmu dan dakwah bagi generasi mendatang. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement