Kamis 19 May 2022 16:11 WIB

Siap-Siap, Jokowi Sudah Setuju Tarif Listrik Pelanggan 3.000 VA Naik

Tahun ini Pemerintah menyiapkan anggaran subsidi listrik senilai Rp 56,5 triliun.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Meteran listrik (ilustrasi). Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif listrik bagi pelanggan di atas 3.000 VA.
Foto: PLN.
Meteran listrik (ilustrasi). Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif listrik bagi pelanggan di atas 3.000 VA.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif listrik bagi pelanggan di atas 3.000 VA. Hal ini mengingat tingginya harga energi dan komoditas yang menyebabkan beban subsidi dan kompensasi energi turut meningkat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan menyesuaikan pagi subsidi dan kompensasi agar keuangan badan usaha, dalam hal ini PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

Baca Juga

“Bapak presiden saat sidang terakhir sudah menyetujui beban kelompok rumah tangga yang mampu merepresentasikan fiskal langganan listrik di atas 3.000 VA boleh ada kenaikan harga listrik, hanya segmen itu ke atas,” ujarnya saat rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR secara virtual, Kamis (19/5).

Menurutnya tujuan kenaikan tarif listrik bagi pelanggan di atas 3.000 VA untuk menjaga keadilan dan berbagi beban. Hal ini sekaligus bertujuan agar beban dari kenaikan harga energi tidak hanya menekan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

“Jadi tidak semua beban ke APBN. Kita gunakan APBN lebih ke masyarakat yang membutuhkan,” ujarnya.

Pemerintah menyiapkan anggaran subsidi listrik senilai Rp 56,5 triliun dengan asumsi harga Indonesia crude price (ICP) 63 dolar AS per barel. Setelah harga ICP meningkat ke 100 dolar AS per barel kebutuhan subsidi listrik menjadi Rp 59,6 triliun, sehingga terdapat selisih Rp 3,1 triliun.

Beban lebih besar ada di sisi kompensasi pemerintah kepada PT PLN (Persero). Dengan asumsi ICP 63 dolar AS per barel pemerintah tidak menganggarkan kompensasi PLN pada 2022, tetapi kenaikan harga ICP menjadi 100 dolar AS per barel terdapat kebutuhan kompensasi Rp 21,4 triliun. 

Selain itu, Sri Mulyani menyebut harga keekonomian tarif listrik semakin melonjak, jauh dari asumsi pemerintah dalam APBN 2022. Misalnya saat ini tarif listrik rumah tangga (RT) 900 VA sebesar Rp 1.352 per Kwh, harga keekonomiannya sudah mencapai Rp 1.533,1 per Kwh. 

Kemudian golongan RT 1.300-6.600 VA tarifnya sebesar Rp 1.444 per Kwh, harga keekonomiannya sudah Rp 1.533 per Kwh. Menurut Sri Mulyani, adanya kondisi tersebut jika tidak ada tambahan subsidi dan kompensasi dari pemerintah kepada PLN, keuangan perusahaan akan defisit.

"Pada Desember 2022 diproyeksikan arus kas operasional PLN akan defisit Rp 71,1 triliun," kata Sri Mulyani.

Adanya defisit operasional tersebut, Sri Mulyani menyebut PLN harus menarik pinjaman. Hal tersebut tentu berdampak pada meningkatnya cost of funds.

"Ini tentu tidak dalam kondisi preferable," ucapnya.

Per 30 April 2022, PLN telah menarik pinjaman senilai Rp 11,4 triliun dan akan melakukan penarikan pinjaman kembali pada Mei dan Juni 2022, sehingga total penarikan pinjaman hingga Juni menjadi Rp 21,7 triliun sampai Rp 24,7 triliun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement