Ahad 29 May 2022 14:45 WIB

Pengajian Perdana Tastafi Pasca Covid-19, Abu Mudi Ajak Masyarakat Bertobat kepada Allah

Pengajian Tastafi di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh  sempat terhenti dua tahun.

Ulama kharismatik Aceh, Tgk  H  Hasanul Basri HG mengisi  pengajian perdana  Tastafi (Tawawuf, Tauhid dan Fiqih) pasca Covid-19 yang diadakan oleh Majelis Tastafi  di Masjid Raya Baiturrahman, Banca Aceh, Jumat (27/5) malam.
Foto: Dok Majelis Tastafi
Ulama kharismatik Aceh, Tgk H Hasanul Basri HG mengisi pengajian perdana Tastafi (Tawawuf, Tauhid dan Fiqih) pasca Covid-19 yang diadakan oleh Majelis Tastafi di Masjid Raya Baiturrahman, Banca Aceh, Jumat (27/5) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Ulama kharismatik Aceh, Tgk  H  Hasanul Basri HG mengajak masyarakat Aceh khususnya dan umat Islam umumnya untuk bertobat kepada Allah SWT. Hal ini disampaikan oleh ulama yang akrab disapa Abu Mudi ini saat mengisi pengajian Tasawuf, Tauhid dan Fiqh (Tastafi) di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Jumat (27/5) malam.

“Jika kita berdosa dan kemudian kita mau bertobat, maka akan turunlah kasing sayang Allah SWT  kepada kita. Hal ini karena dalam Alquran disebutkan bahwa Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan orang-orang yang menyucikan dirinya,“ kata Abu Mudi dalam pengajian yang dihadiri ribuan jamaah ini.

Pengajian Tastafi di Masjid Raya Baiturrahman sempat terhenti selama lebih dari dua tahun di masa pandemi Covid-19  melanda Provinsi Aceh. Tak heran kalau pengajian perdana  dihadiri ribuan jamaah yang memadati ruang dalam Masjid Raya Baiturrahman. 

Selain Abu Mudi,  pengajian ini juga  dihadiri pimpinan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Tgk  H  Faisal Ali, Abi Hasbi Albayuni dan juga Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Tgk  H  Muhammad Yusuf A  Wahab atau Tu Sop Jeunieb, Kepala Dinas Pendidikan Aceh Zahrol Fajri  SAg MM dan lain-lain.

Di awal pengajian, Abu Mudi yang membacakan kitab Sirussalikin  dan  menjelaskan sekilas tentang program pengajian Tastafi. “Program kita di Tastafi adalah belajar, amalkan, dan kembangkan untuk umat,” kata Abu Mudi seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (28/5).

Lalu, Abu Mudi menjelaskan bahwa materi pengajian yang akan dia sampaikan saat itu yaitu tentang tobat yang merupakan bagian dari pembahasan  dalam ilmu tasawuf. Menurut Abu Mudi, tasawuf membicarakan penyakit hati dan cara mengobatinya. Sementara ilmu fiqh membersihkan zahir. Namun, kata Abu Mudi, ilmu itu mesti dengan amal. Maksudnya bahwa ilmu akan bermakna ketika diamalkan oleh si pemiliknya.

“Tauhid, tasawuf dan fiqh adalah fardhu ‘ain. Tauhid membicarakan itiqad, fiqh membicarakan ibadah zahir dan tasawuf membicarakan ibadat secara batin, “ ujar Abu Mudi.

photo
Suasana pengajian perdana Tastafi (Tawawuf, Tauhid dan Fiqih) pasca Covid-19 di Masjid Raya Baiturrahman, Banca Aceh, Jumat (27/5) malam.  (Foto: Dok Majelis Tastafi)

Lalu Abu Mudi mulai membacakan bab tentang tobat dari kitab Sirussalikin karangan Ulama Melayu yaitu Syaikh Abdussamad al-Falimbani dan merupakan terjemahan dari Kitab Lubab Ihya Ulumuddin karangan Hujjatul Islam Imam Ghazali.

Selain membacakan ayat tentang keutamaan taubat disisi Allah SWT, Abu Mudi juga mengutip sabda Nabi Muhammad SAWb  yang menjelaskan bahwa orang yang bertobat itu akan dikasihi oleh Allah. Orang yang bertobat  itu, kata Abu Mudi, maka seperti tidak ada lagi dosa bagi dia. Bukan dihapus, tapi dosa-dosanya akan ditutupi oleh Allah SWT.

Mengutip pendapat Imam Ghazali, Abu Mudi mengatakan bahwa tobat adalah satu kata ganti daripada makna yang teratur dari tiga pokok perkara yang terhubung antara satu sama lain. Yang pertama, ilmu. Kedua, hal, dan ketiga yaitu perbuatan. Jadi tobat itu mesti menghimpun tiga perkara tersebut dan tidak bisa dipisahkan sebagai syarat sehingga disebut sebagai tobat.

“Kalau tidak ada tiga perkara ini dalam tobat kita maka belumlah disebut tobat. Ilmu itu maksudnya kita menyadari bahwa perbuatan dosa itu akhirnya akan mendatangkan kemudharatan bagi kita. Jadi mesti ada pengetahuan tentang sisi kemudharatan ini. Setiap larangan Allah SWT,  jika dilanggar maka akan mendatangkan kemudharatan.  Serta mengetahui bahwa keadaan dosa itu akan dapat menjauhkan seorang hamba dengan Allah SWT,“ ujar Abu Mudi menerangkan.

Sebab, lanjut Abu Mudi, Allah SWT  menyuruh hamba-Nya berbuat kebaikan. “Jika kita melakukan pelanggaran,  maka mendatangkan kemarahan Allah SWT.  “Makna tobat itu adalah pada saat sedang berbuat dosa, maka tinggalkan dosa-dosa tersebut.  Itu syarat pertama,” tegasnya.

Sementara syarat yang kedua, tambah Abu Mudi, yaitu menyesali dosa-dosa yang telah dikerjakan. Dan syarat ketiga, yaitu bulatkan tekad dalam hati bahwa dosa yang pernah dikerjakan tidak akan diulangi lagi. Dan bahwa kewajiban yang telah ditinggalkan akan diqadhakan.

“Sementara jika dosa dengan anak Adam (sesama manusia), selain berlaku tiga  syarat di atas, maka syarat tobat lainnya adalah dengan meminta izin atau meminta maaf, ” ujar Abu Mudi.

Selain sesi penyampaian materi, pada pengajian ini juga diadakan  dialog interaktif antara Abu Mudi dengan jamaah. Sebagian jamaah bertanya  langsung dan sebagian lagi bertanya dengan pesan Whatsapp. Selain disiarkan oleh RadioQu, pengajian ini juga live streaming di berbagai fanspage Media Sosial Facebook dan terlihat disimak oleh ribuan netizen.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement