Oleh : Hiru Muhammad, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Gairah membangun ekosistem mobil listrik terus menggebu di periode kedua tahun ini sejalan meningkatnya laju roda perekonomian selepas pandemi Covis-19. Sejak digulirkannya Perpres 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, serta sederet regulasi pemerintah terkait pembangunan ekosistem kendaraan listrik yang diterbitkan sepanjang tahun 2020, kalangan industri dan pemerintah bergerak cepat saling mendukung dalam akselerasi elektrifikasi sarana transportasi di Tanah Air. Hal itu sejalan dengan ambisi pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia menjadi barometer pengembangan kendaran listrik setidaknya di Asia Tenggara.
Pada Indonesia International Motor Show (IIMS) awal April lalu, Hyundai telah mempelopori produksi sedan listrik Ioniq 5 di Tanah Air. Keputusan Hyundai itu terbilang berani karena ekosistem kelistrikan bagi kendaraan belum sepenuhnya memadai. Namun, terlepas dari keterbatasan infrastruktur kendaraan listrik, kehadiran Ioniq 5 menuai sambutan hangat publik di Tanah Air. Terbukti, selama IIMS Ioniq 5 menjadi salah satu kendaraan listrik yang banyak dicoba para pengunjung pameran.
Jelang akhir Mei lalu, lima agen pemegang merek (APM) asal Jepang juga telah sepakat berkolaborasi kembangkan ekosistem elektrifikasi. Lima merek tersebut adalah Toyota, Nissan, Mitsubishi, Fuso dan Isuzu. Langkah ini selain untuk mendukung akselerasi elektrifikasi otomotif nasional yang dicanangkan pemerintah, juga meningkatkan literasi atau sosialisasi kendaraan listrik di Masyarakat sebagai solusi mobilitas masa depan.
Langkah strategis ini juga terkait upaya menekan emisi gas karbon akibat asap kendaraan bermotor. Masalah isu lingkungan telah lama menjadi isu global yang harus segera dijawab kalangan industri otomotif dengan menghasilkan kendaraan ramah lingkungan atau nol emisi karbon. Selain itu melalui proyek joint project prestisius ini, kalangan industri otomotif Tanah Air juga ingin berkontribusi mengembangkan wisata ramah lingkungan atau eko wisata.
Para distributor otomotif ini bekerjasama mengembangkan Multi-Pathway guna memperluas pilihan kendaraan elektrifikasi kepada masyarakat. Termasuk di dalamnya hydrogen Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV), Battery Electric Vehicle (BEV), Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV) yang bersumber tenaga listrik, Hybrid Electric Vehicle (HEV) yang menggabungkan EV dan mesin konvensional atau Internal Combustion Engine (ICE). Sehingga mampu mengurangi emisi karbon tanpa melalui proses charging.
Seolah tak mau kalah dengan kompetitornya asal Jepang dan Korsel, pabrikan asal Cina seperti Wuling dan DFSK juga telah memperkenalkan produk kendaraan listrik mereka sejak beberapa tahun lalu. Bahkan DFSK juga terlebih dahulu memperkenalkan Gelora Elektrik yang merupakan kendaraan niaga serbaguna. Wuling juga telah memperkenalkan Wuling EV. Kendaraan kompak yang masih dirahasiakan harganya ini kabarnya akan dipasarkan dan siap diproduksi di Indonesia. Pameran Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) yang akan digelar Agustus mendatang diperkirakan kembali menjadi ajang unjuk gigi kendaraan listrik para pabrikan di tanah Air.
Tentunya masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan bersama antara pemerintah, industri dan masyarakat. Sederet regulasi perundangan dan keringanan pajak yang dicanangkan pemerintah, ketersediaan bahan baku baterai seperti almunium, tembaga, nikel ataupun lithium, pabrik baterai listrik PT HKML Battery Indonesia di Karawang, fasilitas pengisian daya listrik yang dilakukan PLN dan lainnya termasuk keamanan pengelolaan limbahnya masih perlu kerja keras untuk mewujudkannya.
Di sisi lain, adaptasi pasar dan nilai ekonomis kendaraan listrik juga menjadi kendala sejumlah pabrikan. Hingga kini harga sebuah kendaraan listrik rata-rata dijual diatas Rp 400 jutaan per unitnya. Angka itu tentunya masih jauh diatas rata rata daya beli kendaraan baru masyarakat Indonesia yang berada di kisaran Rp 200 hingga Rp 300 jutaan. Belum ditemukannya nilai ekonomis dari kendaraan listrik tersebut membuat seolah pemasaran kendaraan listrik masih terbatas di kalangan menengah ke atas.
Itu belum termasuk merubah kebiasaan atau budaya masyarakat Indonesia dalam berkendara di jalan menggunakan kendaraan listrik. Temuan masalah teknis dilapangan tidak semuanya mudah diidentifikasi dan dicarikan solusinya dalam waktu cepat. Seperti perawatan, penggunaan, penggantian baterai termasuk penanganan limbahnya serta aspek lainnya. Di masyarakatpun kini mulai beredar pembahasan harga jual mobil listrik bekas.
Tentunya ini membutuhkan keberanian dan kalkulasi yang matang dari APM dan dukungan pemerintah secara penuh. Agar kendaraan listrik idaman bangsa bisa segera terwujud dan mampu menjadi pemain utama pasar kendaraan listrik di Asia Tenggara atau bahkan dunia.