REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI – Sebuah studi yang dilakukan oleh Energy Policy Institute University of Chicago (EPIC) mengungkapkan polusi udara mikroskopis yang disebabkan pembakaran bahan bakar fosil dapat mengurangi harapan hidup hampir 10 tahun di ibu kota India yang termasuk salah satu kota paling tercemar dunia.
Studi yang dirilis pada Selasa (14/6/2022) ini mengatakan penyakit paru-paru dan jantung disebabkan oleh polusi PM2.5.
Polusi tersebut dapat mengurangi harapan hidup masyarakat yang tinggal di negara bagian Uttar Pradesh dan Bihar, kawasan bagi 300 juta penduduk. Menurut Indeks Kehidupan Kualitas Udara yang diterbitkan EPIC, rata-rata orang di Asia Selatan akan hidup lima tahun lebih lama jika tingkat partikel halus memenuhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Di seluruh dunia, polusi udara bisa memperpendek umur hingga ebih dari dua tahun.
Polusi PM2.5 kira-kira berdiameter rambut manusia yang menembus ke dalam paru-paru dan memasuki aliran darah. Pada tahun 2013, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengklasifikasikannya sebagai agen penyebab kanker.
WHO mengatakan kepadatan PM2.5 di udara tidak boleh melebihi 15 mikrogram per meter kubik dalam periode 24 jam atau rata-rata 5mcg/m3 sepanjang tahun. Karena semakin banyak bukti dampak kerusakan pada kesehatan, WHO memperketat standar itu pada tahun lalu, perubahan pertama sejak penetapan pedoman kualitas udara tahun 2005.
“Mengurangi polusi udara global secara permanen untuk memenuhi pedoman WHO akan menambah 2,2 tahun harapan hidup rata-rata,” kata pemimpin penelitian Crista Hasenkopf dan rekannya dalam laporan Indeks Kehidupan Kualitas Udara, dikutip Aljazirah, Selasa (14/6/2022).
Anehnya, pada tahun 2020 menurut data terbaru, polusi PM2.5 hampir tidak berubah dari tahun sebelumnya meskipun ada perlambatan dalam sektor ekonomi global dan penurunan emisi karbon dioksida (CO2) karena lockdown Covid-19. “Di Asia Selatan, polusi sebenarnya meningkat selama tahun pertama pandemi,” catat para penulis.