REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyebut, kemungkinan kegiatan ekspor minyak sawit baru akan berangsur normal pada bulan Juli mendatang setelah adanya larangan ekspor pada Mei lalu.
"Karena ekspor mau mulai jalan bulan ini (Juni) praktis belum normal, diperkirakan baru (normal) bulan Juli," kata Sekretaris Jenderal Gapki, Eddy Martono, kepada Republika.co.id, Rabu (15/6/2022).
Eddy mengatakan, saat ini beberapa tangki penampungan minyak sawit dari pabrik-pabrik masih dalam kondisi penuh. Itu merupakan imbas dari adanya larangan ekspor CPO sejak 28 April hingga 22 Mei 2022 lalu.
Diharapkan, kata Eddy, seiring telah dibukanya kembali keran ekspor, rantai industri sawit nasional akan kembali normal dan berdampak pada kembalinya kinerja ekspor seperti semula.
Kinerja ekspor minyak sawit atau CPO mengalami penurunan yang dalam selama bulan Mei 2022. Itu terjadi lantaran pemerintah menerapkan larangan ekspor CPO selama hampir satu bulan untuk mengatasi kelangkaan dan tingginya harga produk minyak goreng di dalam negeri.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto, menyampaikan, total nilai ekspor CPO selama Mei 2022 pun hanya 284,6 juta dolar AS.
"Ini turun 87,72 persen atau setara 2,03 miliar dolar AS jika dibandingkan bulan April 2022," kata Setianto dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/6/2022).
Adapun, jika kinerja ekspor CPO Mei 2022 itu juga anjlok 87,54 persen bila dibandingkan dengan kinerja pada bulan Mei 2021 lalu.
BPS pun mencatat, penurunan ekspor minyak sawit tertinggi ke India hingga 100 persen alias nihil bila dibandingkan bulan sebelumnya. Ekspor ke Pakistan masih tercatat 21,9 juta dolar AS atau turun 90,17 persen.
Ke Amerika Serikat senilai 46,7 juta dolar AS, anjlok 68,6 persen serta ke Malaysia hanya 24,3 juta dolar AS atau 80,8 persen.
Adapun berdasarkan sumber ekspor menurut provinsi, Riau mengalami penurunan terbesar yakni hingga 91,57 persen. Kemudian diikuti Sumatera Utara turun 52,5 persen, Kalimantan Timur 11,4 persen, serta Sumatera Barat 19 persen.