Senin 04 Jul 2022 06:21 WIB

Syarikat Islam Setuju Presiden tak Bisa Dihina, Tapi Bisa Dikritik

Hamdan Zoelva meminta DPR tak sahkan RUU KUHP sampai disahkan menjadi UU.

Pimpinan Pusat Syarikat Islam (PP SI) menggelar sarasehan kebangsaan dengan tema
Foto: Dok SI
Pimpinan Pusat Syarikat Islam (PP SI) menggelar sarasehan kebangsaan dengan tema

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Syarikat Islam (PP SI) menggelar sarasehan kebangsaan dengan tema 'Demokrasi dan Keadilan Sosial' di Markas PP SI, Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (3/7/2022). Acara tersebut dihadiri Ketua Umum Syarikat Islam Hamdan Zoelva, pengamat sosial Rocky Gerung, dan peneliti BRIN Prof Siti Zuhro

Ketua Umum PP SI Hamdan Zoelva mengatakan, rancangan undang-undang kitab undang-undang hukum pidana (RUU KUHP) yang saat ini sedang dalam pembahasan di DPR jangan sampai disahkan menjadi UU ketika suatu pemerintahan yang bisa menangkap siapa saja yang berbeda pandangan dengan pemerintah.

"Hal ini penting sekali diingatkan DPR karena rumusan RUU KUHP yang bias maka DPR perlu membuka pembahasan itu agar rakyat bisa melakukan evaluasi apakah pasal dalam RUU itu yang akan mengikat rakyat pada akhirnya tidak memgarah pada pemerintahan yang tak bisa di kritik," ujar mantan ketua Mahkamah Konstutusi (MK) tersebut.

Baca: ITS Sanksi Rektor ITK Terkait Tulisan Penutup Kepala Manusia Gurun

Menurut Hamdan, ketika pemerintah tak bisa dikritik maka akan menjadi persoalan besar. Meski begitu, Hamdan menyampaikan pandangannya jika seorang presiden RI tak boleh seenaknya dihina. "Saya setuju seorang presiden tidak bisa dihina, tapi presiden bisa dikritik mutlak harus diberi ruang dalam UU KUHP," ucap Hamdan di Jakarta, Ahad.

Sarasehan juga dihadiri Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Moch Jumhur Hidayat, aktivis nasional Syahganda Nainggolan, eks menteri kelautan dan perikanan Susi Pudjiastuti, serta tokoh Malari Salim Hutajulu. Terlihat juga di lokasi Gus Aam, cucu pendiri Nahdlatul Ulama KH Wahab Hasbullah yang juga pendiri SI Cabang Makkah Al Mukkaramah.

Tidak ketinggalan, Habib Mukhsin, musisi Ahmad Dhani, petinju Daud Jordan, artis Miing Bagito, artis senior Anwar Fuadi, serta tokoh lainnya. Sekretaris Jenderal PP SI Ferry Juliantono menjelaskan, sarasehan kebangsaan diadakan untuk menganalisis demokrasi Indonesia yang saat ini dirasakan makin jauh dari harapan rakyat untuk jadi lebih baik.

Hal itu karena demokrasi dan instrumennya saat ini dirasakan hanya menguntungkan kelompok elite. "Sementara persoalan hidup rakyat makin berat yang ditandai kenaikan sembako, listrik, bahan bakar minyak (BBM), dan lainnya. Ada perasaan umum soal ketidakadilan, di mana-mana dan juga perasaan umum para oligarki sudah terlalu jauh mendominasi ruang ekonomi dan politik," kata Ferry.

Menurut Ferry, esensi perubahan yang dibutuhkan rakyat bukan sekedar pergantian atau sirkulasi elite. "Syarikat Islam diharapkan kembali mengambil peran sejarah perjuangan ya sekarang. Logika elite tentang demokrasi pergantian atau sirkulasi elite. Tapi logika rakyat tentang ketidakadilan menginginkan perubahan," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement