Selasa 05 Jul 2022 12:52 WIB

Pemkot Bandung: Sekitar 1.900 Anak Sembuh dari Stunting

Penurunan ini dapat terwujud berkat kerja sama multisektor dan dinas terkait.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Andi Nur Aminah
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Ahyani Raksanagara
Foto: Humas Kota Bandung
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Ahyani Raksanagara

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Ahyani Raksanagara mengatakan, berdasarkan hasil penilaian kinerja program penurunan stunting tahun 2021, terjadi penurunan angka stunting sebanyak 1,37 persen atau sekitar 1.900 anak. Penurunan ini, kata dia, dapat terwujud berkat kerja sama multisektor dan berbagai dinas terkait. 

“Setiap tahun kita memang evaluasi dan nilai kinerja penurunan stunting, dan alhamdulillah tim penilai memberikan apresiasi atas keterintegrasian berbagai perangkat daerah dalam menurunan angka stunting,” kata Ahyani saat ditemui  di Balai Kota Bandung, Selasa (5/7/2022). 

Baca Juga

Dia mengatakan, saat ini ada sekitar 5.000 hingga 10 ribu kasus stunting di Kota Bandung. Penyebabnya, kata dia, dapat disebabkan oleh faktor sensitif seperti sanitasi yang buruk, perekonomian rendah, kesalahan pola asuh, ketidaktersediaan jaminan kesehatan, dan lainnya. 

“Ada pula penyebab spesifik, itu berkaitan dengan kesehatan, seperti ASI eksklusif, pemeriksaan kehamilan, penimbangan rutin, dan lainnya,” kata Ahyani. 

Kedua penyebab tersebut, kata dia, perlu diatasi dengan pemaksimalan program-program pendukung seperti peningkatan ekonomi, pemberdayaan lingkungan hidup sehat, pengedukasian parenting, dan lainnya. “Dan penting untuk penjaminan seribu hari pertama kehidupan, dimana ibu hamil harus terjaga kesehatannya sampai dua tahun. Itu yang sekarang kita fokuskan, karena itu yang bisa menangkal terjadinya stunting baru,” sambungnya. 

Sebelumnya, Ahyani mengatakan, buruknya kondisi sanitasi dan kebersihan lingkungan dapat berdampak pada tumbuh kembang anak, termasuk juga pada penjaminan gizi ibu hamil. Dia juga mengaku menyayangkan sikap masyarakat yang masih menganggap remeh bahaya stunting. Menurutnya, perlu adanya penggencaran edukasi di posyandu-posyandu, ditambah pemantauan dan pemeriksaan mendalam secara berkala. 

“Faktor kedua adalah stres, kami pernah melakukan survey pada IRT (ibu rumah tangga), ditemukan tingkat stress sampau 60 persen lebih, baik karena depresi, finansial, mental, dan lainnya,” kata Ahyani dalam diskusi bertajuk Kesehatan Keluarga dan Dampaknya pada Stunting di Kota Bandung, yang diadakan di Gedung Gelanggang Generasi Muda, Kota Bandung, Senin (4/7/2022). 

Pakar Kesehatan dr Elvine Gunawan mengatakan hal yang paling mendukung bertambahnya kasus stunting adalah kesendirian (loneliness). Maka diperlukan lingkungan dan keluarga yang dapat saling mendukung dan bersama mengantisipasi timbulnya stress pada ibu maupun anak. 

Stunting itu multifaktor. Stimulus sosial itu hal yang paling penting untuk anak. Kalau lingkungan sehat, itu akan menjadi faktor baik untuk tumbuh kembang bagi anak,” kata dr Elvine dalam kesempatan yang sama. 

Upaya edukasi yang dilakukan Dinkes Kota Bandung salah satunya adalah untuk mendorong pencegahan pernikahan dini. Jika merujuk pada data BPS tahun 2021, diketahui bahwa pernikahan di bawah umur, di bawah 16 tahun, di Kota Bandung masih mencapai 8,81 persen, atau sekitar 300 ribu anak di bawah umur sudah menikah.

Menurutnya, pernikahan dini memang dapat disebut sebagai akar terkuat terjadinya stunting, karena tingginya potensi ketidaksiapan mental orang tua muda dalam membesarkan anak. Ini juga jelas berseberangan dengan Undang-undang nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, bahwa batas usia pasangan yang menikah minimal berusia 19 tahun. Sedangkan menurut Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), usia pernikahan pertama idealnya adalah berusia 21 hingga 25 tahun.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement