Pemerintah bakal menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Langkah itu diambil untuk meredam defisit BPJS yang kian parah. Defisit BPJS bahkan diprediksi akan naik hingga RP 28 triliun. Dikutip dari Republika.co.id, Pengamat dari Universitas Krisnadwipayana, Abdullah Sumrahadi menilai harus ada perbaikan total terkait pengelolaan anggaran BPJS Kesehatan, untuk mengantisipasi defisit yang semakin besar.
Menurutnya, diperlukan penanganan yang fundamental revolusioner atas masalah ini, bukan hanya sekedar menaikkan iuran. Keterbukaan informasi pengelolaan hingga menyalurkan ke pihak yang lebih tepat sasaran menjadi alternatif lain, memperkecil defisit anggaran BPJS Kesehatan.
"Solusi lainnya, selain menaikan iuran, perlu disimak juga semua model bisnis yang tengah dikembangkan untuk memutar anggaran BPJS. Disamping tetap pengelolaan harus dikembalikan ke ruh utama BPJS yakni yang sifatnya sosial," terangnya.
Saat BPJS Kesehatan mengalami defisit yang berkepanjangan, saat itu pula terbayang dana fantastis pemindahan ibukota ke Kalimantan. Jumlah dana yang dibutuhkan untuk memindahkan ibukota kurang lebih Rp 400 triliun.
Meski dilakukan bertahap, tetap saja anggaran pemindahan ibukota ke Kalimantan lebih besar. Tahap pertama itu bernilai Rp 83,8 triliun. Masih lebih besar dibanding defisit yang dialami BPJS kesehatan.
Sebagai rakyat biasa, seandainya dana pemindahan ibukota ke Kalimantan dipakai untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan bagaimana? Tentu lebih dari cukup. Bahkan sisa banyak.
Alangkah baiknya pemerintah lebih fokus memprioritaskan layanan kesehatan yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Kalaupun iuran dinaikkan, hal itu tak mengurangi defisit BPJS. Yang ada malah menambah beban rakyat yang sudah berat dengan kenaikan bahan-bahan pokok.
Kesehatan adalah salah satu layanan wajib pemerintah kepada rakyat. Sudah semestinya perbaikan sistem layanan kesehatan menjadi prioritas kerja pemerintah. Jika sistem kesehatan bermasalah, akan muncul masalah-masalah lain yang menjadi dampak persoalan tersebut.
Misal, pelayanan kesehatan pada masyarakat menjadi minimalis dan tidak optimal. Sebab, kesehatan terkait dengan nyawa manusia.
Jika pemerintah mampu menggelontorkan dana sebesar itu untuk calon ibukota negara, seharusnya juga bisa mengatasi defisit BPJS Kesehatan yang kian terjepit. Wacana pemindahan ibukota belumlah menjadi persoalan yang urgen untuk segera dilakukan dibandingkan dengan defisit BPJS Kesehatan.
Maka dari itu, antara Kalimantan dan BPJS Kesehatan, utamakanlah persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Menyangkut keberlangsungan hidup manusia. Yakni, menjamin kesehatan rakyat tercukupi dan terlayani sebaik mungkin.
Penulis: Chusnatul Jannah, Member Komunitas Creator Nulis, tinggal di Pasuruan.