REPUBLIKA.CO.ID, Tak hanya masalah anggaran. Rencana pemindahan ibu kota sepertinya akan menemui jalan terjal. Pasalnya, Kalimantan dinilai belum aman dari karhutla. Di Pulau Borneo ini terdapat ribuan titik panas, sebagian besar terjadi di wilayah konsesi korporasi. Bencana ekologi, seperti kebakaran hutan, kabut asap, dan lubang bekas tambang telah merenggut nyawa anak-anak dan menjadi masalah utama di Kalimantan.
Dikhawatirkan, pemindahan ibu kota justru membawa masalah baru sebab akan diikuti migrasi penduduk besar-besaran yang berefek pada investasi berbasis lahan. Ini akan menambah pembukaan hutan dan lahan gambut yang tersisa.
Sebelum ibu kota dipindah, prasyarat sosial dan lingkungan harus terpenuhi. Di antaranya segera menyelesaikan karhutla dan lubang tambang di Kalteng dan Kaltim. Sebagus apa pun konsep ibu kota baru, jika pemerintah belum mampu mengatasi penyebab karhutla, pasti nanti mengganggu kinerja.
Jika pemerintah serius mengeksekusi rencana pemindahan ibu kota, seriusi juga dengan menindak tegas kejahatan korporasi penyumbang terjadinya karhutla dan lubang bekas tambang. Meskipun hal ini mungkin berbenturan dengan konsep "penegakan hukum jangan mengganggu investasi".
Sebagai bentuk tanggung jawab melindungi rakyat, tak ada alasan lagi untuk menunda penegakan hukum, termasuk mencabut izin lahan konsesi bermasalah. Rakyat, terutama di kawasan bencana, menanti kebijakan pemerintah. Jangan sampai eksekusi dan implementasinya terkesan setengah hati.
PENGIRIM: PUSPITA SATYAWATI, Aktivis Muslimah DI Yogyakarta