Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendi mengatakan bahwa calon pengantin tidak boleh menikah jika belum memiliki sertifikat layak kawin .
Muhadjir mengatakan, rencana ini akan mulai diberlakukan tahun depan. Calon pengantin wajib mengikuti pelatihan mengenai ekonomi keluarga hingga kesehatan reproduksi. Ia menuturkan, program ini merupakan penguatan terhadap sosialisasi pernikahan yang sebelumnya dilakukan kantor urusan agama (KUA).
Program inipun diharapkan akan mampu menekan angka perceraian, mengatasi angka stunting, dan meningkatkan ekonomi keluarga. Namun kebijakan ini kembali menjadi pertanyaan besar, apakah benar sertifikat layak kawin akan mampu mengurangi, bahkan menghentikan kasus-kasus KDRT?.
Jika ditelisik lebih dalam, sertifikat layak kawin yang akan diberlakukan pemerintah tahun depan justru akan mempersulit calon pengantin yang ingin mewujudkan sunah Rasulullah. Bukankah menikah merupakan hak setiap warga negara dan negara wajib untuk mempermudahnya. Jika syarat agama dan negara telah tertunaikan, mengapa harus disertifikasi?.
Argumen pemerintah memberlakukan kebijakan tersebut guna menekan angka KDRT sedikit keliru, mengingat kasus-kasus rumah tangga, seperti tingginya angka perceraian, tingginya angka stunting tidak bisa hanya diatasi dengan memberikan penyuluhan sebelum perkawinan. Melainkan negara juga harus ikut serta dalam mengurangi, bahkan meminimalisir hal tersebut.
Negara tidak hanya menanamkan ketakwaan yang kolektif terhadap rakyatnya, melainkan juga harus memberikan iklim ekonomi yang kondusif bagi para pencari naskah (para suami), jaminan kesehatan yang murah, bahkan gratis dan mensterilkan layanan internet dari berbagai hal-hal buruk yang mampu merusak akhlak rakyatnya, seperti situs-situs porno dan lainnya.
Sebagaimana yang digambarkan oleh Islam. Islam tidak hanya menekankan ketakwaan individu terhadap Allah Swt semata, melainkan Islam juga mempermudah segala urusan kehidupan rakyatnya. Seperti biaya kesehatan murah, bahkan gratis, biaya pendidikan gratis, kebutuhan pokok mudah dijangkau, ketersediaan lapangan pekerjaan, dan hal-hal lain yang mendukung terlahirnya keluarga yang harmonis dan bertakwa.
Islam pun tak memberatkan biaya pernikahan dan syarat pernikahan. Yang mana dalam Islam syarat pernikahan adanya mahar, wali dan 2 orang sanksi. Bahkan, Islam pun mewajibkan mempermudah mahar bagi calon suami, sebagaimana sabda Rasulullah "“Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya" (HR. Ahmad).
Pengirim: Siti Komariah SPdI, Komunitas Peduli Umat Konda, Sulawesi Tenggara