Senin 18 Jul 2022 18:08 WIB

Waspada Infeksi Bakteri Leptospirosis yang Berasal dari Tikus

Infeksi leprospirosis berasal dari perantara tikus melalui urine dan darah.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Nora Azizah
Infeksi leprospirosis berasal dari perantara tikus melalui urine dan darah.
Foto: Aloysius Jarot Nugroho/ANTARA
Infeksi leprospirosis berasal dari perantara tikus melalui urine dan darah.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta menemukan kasus leptospirosis. Setidaknya, selama 2022 ini sudah ditemukan enam kasus leptospirosis.

Kepala Seksi Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinkes Kota Yogyakarta, Endang Sri Rahayu mengatakan, dua dari enam kasus tersebut meninggal dunia. Artinya, case fatality rate dari kasus leptospirosis ini di Kota Yogyakarta mencapai 33 persen.

Baca Juga

“Ada enam kasus dengan dua meninggal, ini lumayan tinggi,” kata Endang di Kompleks Balai Kota Yogyakarta, Senin (18/7/2022).

Ia menjelaskan, leptospirosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri leptospira interrogans. Bakteri tersebut dapat menyebar melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi bakteri ini, yang mana tikus menjadi salah satu perantara dari penyebaran bakteri ini.

“Sebagian besar hewan perantaranya tikus, meskipun tidak menampikkan sda yang lewat kambing hingga kuda. Tikus sangat mudah ditemukan di tempat-tempat seperti sampah, maka lebih banyak penyebarannya lewat tikus,” tambah Endang.

Endang menyebut, dua kasus leptospirosis yang meninggal tersebut sudah mendapatkan perawatan di rumah sakit. Namun, katanya, memang diagnosisnya terlambat yang juga menyebabkan penanganan terlambat.

“Dua kasus tersebut pekerjaannya berhubungan dengan sampah, bukan pengepul langsung tapi tidak jauh-jauh dari sampah,” ujarnya.

Dari enam kasus ini, katanya, penyebarannya terjadi di beberapa kelurahan di Kota Yogyakarta. Mulai dari Kelurahan Suryatmajan, Sosromenduran, Wirogunan, Bausasran hingga Demangan.

Meskipun begitu, Endang menyebut, penyebarannya cukup merata dengan waktu yang berdekatan. “Sekarang kemarau, tapi juga masih hujan deras dan itu menyebabkan peranakan (tikus) semakin cepat. Karena hujan ada genangan air dan sampah yang basah tidak dikelola dengan baik, itu sangat ideal bagi tikus,” jelas Endang.

Endang juga menyebut, dimungkinkan kasus dari leptospirosis ada yang tidak tercatat. Hal ini juga dikarenakan kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini.

Dimungkinkan, di lapangan masih banyak penderita dari penyakit ini. Pada 2021 lalu, katanya, kasus yang tercatat sebanyak lima kasus dengan satu diantaranya meninggal dunia.

Kasus leptospirosis tertinggi yang pernah tercatat di Kota Yogyakarta, katanya, terjadi pada 2015 lalu. Waktu itu, kasus ini dilaporkan lebih dari 20 kasus dengan enam kasus meninggal dunia.

“Di 2015 itu banyak yang meninggal, itu sampahnya menggunung. Saat itu juga melibatkan lintas sektor untuk kerja bakti (melakukan penanganan dan pembersihan),” tambahnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement