Jumat 22 Jul 2022 15:16 WIB

Pengusaha Dukung Rencana Zulhas Cabut Kewajiban DMO Minyak Sawit

Pengusaha klaim pencabutan DMO akan berdampak signifikan terhadap percepatan ekspor

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan menyatakan sedang mempertimbangkan untuk mencabut kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) minyak sawit. Rencana pencabutan itu lantaran pasokan CPO domestik telah melimpah sekaligus mempercepat realisasi ekspor.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan menyatakan sedang mempertimbangkan untuk mencabut kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) minyak sawit. Rencana pencabutan itu lantaran pasokan CPO domestik telah melimpah sekaligus mempercepat realisasi ekspor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mendukung rencana pemerintah yang tengah mempertimbangkan mencabut kebijakan domestic market obligation (DMO) minyak sawit. Gapki menilai, pelonggaran kebijakan itu bakal berdampak signifikan terhadap percepatan ekspor.

"Bagus ini bisa memudahkan para eksportir untuk mengatur kontrak dengan kapal," kata Sekretaris Jenderal Gapki, Eddy Martono kepada Republika.co.id, Jumat (22/7/2022).

Eddy menuturkan, ketersediaan kapal kargo pengangkut CPO dari Indonesia masih sulit diperoleh. Selain itu, biaya pengangkutan cenderung mahal.

Sulitnya rantai distribusi mulai terjadi sejak pemerintah menyetop ekspor CPO secara total pada bulan Mei lalu. Alhasil, banyak negara mitra dagang yang mengalihkan impor CPO ke negara produsen selain Indonesia.

Menurutnya, kelonggaran kebijakan ekspor dengan menghilangkan kewajiban DMO, akan lebih memberikan kepastian bagi pelaku usaha dalam mengatur kontrak dengan negara-negara importir CPO.

Ketua Bidang Komunikasi Gapki, Tofan Mahdi, menambahkan, melalui pencabutan DMO, pihaknya berharap iklim usaha sektor kelapa sawit kembali berjalan normal.

Saat ini, tangki-tangki penampung CPO dalam kondisi penuh hingga 7 juta ton dari kapasitas normal 3 juta ton. Hal itu berimbas pada terhambatnya penyerapan tandan buah segar (TBS) petani sawit yang berakibat pada anjloknya harga TBS.

Menurut data Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), rata-rata harga TBS per 20 Juli 2022 sebesar Rp 1.495 per kg. Meski telah mengalami tren perbaikan sejak jatuh hingga sempat menyentuh di bawah Rp 1.000 per kg, harga TBS sebelumnya sempat bertengger di level Rp 3.000 per kg seiring dengan naiknya harga CPO dunia.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan menyatakan sedang mempertimbangkan untuk mencabut kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) minyak sawit. Rencana pencabutan itu lantaran pasokan CPO domestik telah melimpah sekaligus mempercepat realisasi ekspor.

"Saya lagi pertimbangkan, kalau teman-teman pengusaha sudah komitmen untuk memenuhi (pasokan minyak goreng) dalam negeri, mungkin saya pertimbangkan DMO tidak perlu lagi, kita pertimbangkan agar ekspor bisa cepat," kata Zulkifli usai meninjau harga bahan pokok di Pasar Cibinong, Bogor, Jumat (22/7/2022).

Namun, Zulhas menekankan, kebijakan itu masih dipertimbangkan sehingga belum dapat dipastikan kapan akan dicabut. Ia juga ingin mendapat jaminan dari pelaku usaha soal keamanan pasokan domestik.

"Kalau itu terjamin, kita komitmen dan tidak terulang lagi seperti yang lalu ada kelangkaan dalam negeri, kita pertimbangkan," ujar Zulhas.

Ia pun menargetkan, kenaikan harga tandan buah segar (TBS) bisa naik hingga ke level lebih dari Rp 2.000 per kg. Zulhas mengatakan, upaya mendongkrak harga TBS juga telah menjadi instruksi langsung Presiden Joko Widodo.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement