Rabu 27 Jul 2022 05:23 WIB

Kasus Perundungan Anak di Tasikmalaya, P2TP2A: Tidak 100 Persen Salah Pelaku

KPAID meminta masyarakat tak lagi merundung anak-anak yang menjadi pelaku.

Rep: Bayu Adji Prihammanda/ Red: Ratna Puspita
Ketua Harian P2TP2A Kabupaten Tasikmalaya, An'an Yuliati, menyatakan, kasus perundungan yang diduga menyebabkan seorang anak di Kabupaten Tasikmalaya depresi dan meninggal dunia tidak 100 persen kesalahan para pelaku yang masih anak-anak.
Foto: Republika/Bayu Adji P
Ketua Harian P2TP2A Kabupaten Tasikmalaya, An'an Yuliati, menyatakan, kasus perundungan yang diduga menyebabkan seorang anak di Kabupaten Tasikmalaya depresi dan meninggal dunia tidak 100 persen kesalahan para pelaku yang masih anak-anak.

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Tasikmalaya menyatakan, kasus perundungan yang diduga menyebabkan seorang anak di Kabupaten Tasikmalaya depresi dan meninggal dunia tidak 100 persen kesalahan para pelaku yang masih anak-anak. Orang tua dan masyarakat juga bersalah karena terjadi pembiaran.

Karena itu, P2TP2A Kabupaten Tasikmalaya akan terus melakukan pendampingan terhadap ketiga anak yang menjadi tersangka, termasuk para orang tuanya. "Kami akan melakukan pembinaan, bukan hanya kepada anak, tapi juga orang tua dan masyarakat di kampung itu," kata Ketua Harian P2TP2A Kabupaten Tasikmalaya, An'an Yuliati, Selasa (26/7/2022).

Baca Juga

P2TP2A akan menjadikan tempat tinggal anak-anak tersebut sebagai desa ramah anak. Artinya, semua orang di sana akan dibina agar dapat menjaga anak-anak dari segala hal yang negatif.

Mengenai kondisi anak yang menjadi tersangka, An'an menyebutkan, awalnya sempat mengalami syok. Namun, setelah dilakukan pendampingan, kondisi anak-anak dapat kembali sehat. 

Ketiga anak itu juga sudah mengakui kesalahannya dan mau bertanggung jawab. Saat ini, ketiga anak yang menjadi tersangka masih berada di rumah aman P2TP2A Kabupatem Tasikmalaya. 

"Kami akan kembalikan setelah ada ketetapan hukum. Namun, setelah dikembalikan kami akan terus melakukan pendampingan. Secara psikis, mereka insyaallah siap untuk bersosialisasi," kata dia.

Aparat memutuskan untuk melakukan proses diversi terhadap kasus perundungan yang diduga menyebabkan seorang anak di Kabupaten Tasikmalaya depresi dan meninggal dunia. Dalam pelaksanaan diversi itu, ketiga anak yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus perundungan akan dikembalikan kepada orang tua mereka masing-masing.

Meski ketiga anak yang menjadi tersangka itu akan dikembalikan kepada orang tuanya, An'an menyebut, mereka tak akan lepas dari sanksi sosial. Menurut dia, itu merupakan konsekuensi yang harus diterima.

"Mereka harus kuat dan tanah, karena itu sanksi untuk mereka. Mereka sudah mengakui dan memperbaiki diri. Mereka paham konsekuensi hukumnya," kata dia.

Dalam pendampinganya, P2TP2A akan memacu anak-anak itu akan untuk membuktikan sisi positif dari dirinya masing-masing. An'an mengatakan, P2TP2A juga akan membina orang tua anak-anak itu untuk meningkatkan komunikasi dan memperbaiki pola asuh kepada anak sehingga tidak menjadi terasing. 

Masyarakat di lingkungan itu juga akan diminta mendukung agar anak-anak itu menjadi lebih baik. Tanpa dukungan masyarakat, anak-anak itu hanya akan menjadi korban perundungan selanjutnya.

"Kami juga akan memantau terus kondisi psikis mereka," ujar dia.

Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, mengatakan, proses diversi yang dilakukan dalam penanganan kasus itu merupakan langkah terbaik. Karena itu, ia meminta, masyarakat tak perlu lagi untuk melakukan perundungan kepada anak-anak yang menjadi pelaku.

"Masyarakat juga perlu diedukasi. Kita jangan sampai menggelorakan anti-bullying, tapi juga melakukan bullying kepada para terduga ini. Supaya anak ini tak jadi korban juga," kata dia. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement