REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Yayasan Pendidikan Islam Ahmad bin Hambal menyesalkan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto tak kunjung melaksanakan perintah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung per April 2021. Hakim dalam vonisnya mengabulkan gugatan pendirian Masjid Imam Ahmad bin Hambal (MIAH) di Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara.
Sayangnya, hingga kini, Bima masih membekukan izin mendirikan bangunan (IMB) MIAH. "Sudah lebih dari setahun, Wali Kota belum menjalankan keputusan tersebut. Malah pada 29 Juni lalu, ada surat yang turun bahwa putusan belum bisa dijalankan karena beberapa hal," kata kuasa hukum Yayasan Pendidikan Islam Ahmad bin Hambal, Herly Hermawan di Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/7/2022).
Dia menyesalkan alasan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor berupa produk regulasi harus mengikuti aturan baru tentang persetujuan bangunan gedung (PBG) dan perubahan siteplan dalam pembangunan MIAH, yang terkesan mengada-ada. Padahal, terkait PBG, sudah ada surat edaran empat menteri yang mengatur jelas aturan di lapangan.
Baca: Wagub DKI Ingatkan Orang Tua, LGBT Ikut Tungganggi Citayam Fashion Week
Jika sudah ada putusan pengadilan maka aturan tersebut menjadi tidak berlaku. Menurut Herly, faktanya PTUN Bandung memenangkan gugatan yayasan dalam pendirian MIAH. "Itu sudah inkrah, tidak ada alasan putusan hukum tidak dilaksanakan. Kedua, kami tidak pernah mengajukan (perubahan) siteplan, jadi dari mana statmen bahwa kami merubah siteplan?" ucapnya.
Dia menyinggung Bima melayangkan dua kali surat tertanggal 29 Juni dan 14 Juli 2022 tentang penghentian pembangunan sementara MIAH. Hal itu ditindaklanjuti oleh kepala Satpol PP Kota Bogor yang berkirim surat juga pada 14 Juli 2022, berisi perintah penghentian seluruhnya pembangunan MIAH.
Sejak saat itu, kata Herly, aktivitas pembangunan MIAH menjadi mandeg. "Padahal di isinya nggak ada tentang memerintahkan. Selain itu, kami belum pernah secara formal menerima surat itu, dari Wali Kota yang ditandatangani oleh Plh Wali Kota (Dedia A Rachim). Kan aneh, di luaran sudah ada, kita yang nggak terima (suratnya)," tutur Herly.
Baca: Memberdayakan Difabel, Mainan Anak Edukatif Merintis Jalan Ekspor
Selain itu, kata Herly, surat itu tanpa dasar hukum yang jelas. Dia pun merasa pengurus yayasan tidak melanggar perda mana pun. Dia menegaskan, jika larangan membangun MIAH dibenturkan dengan perbedaan pemahaman di masyarakat maka harusnya merujuk putusan PTUN yang di dalamnya sudah membahas hal tersebut.
"Saya nggak tahu. Yang jelas, bunyi PTUN harus dijalankan. Kan salah satu bahasan sebelum turun putusan itu kan soal perbedaan itu. Artinya ketika sudah ada putusan PTUN, berarti tidak ada masalah," kata Herly.
Forkopimda Kota Bogor pun menggelar rapat koordinasi bersama DPRD Kota Bogor terkait penetapan status konflik sosial yang terjadi akibat pembangunan MIAH. Hasilnya, Forkpimda Kota Bogor mengikhtiarkan islah, musyawarah, dan mufakat antara warga dan jamaah MIAH, yang saling berbeda pendapat.
Wali Kota Bima mengatakan, mencermati dinamika di lapangan, Pemkot Bogor melihat ada potensi konflik sosial yang besar yang terjadi jika MIAH dipaksakan dibangun. Pasalnya, walaupun sudah ada keputusan inkrah dari PTUN Bandung terkait persetujuan pendirian masjid. Namun, di sisi lain ada resistensi yang sangat besar tidak saja dari warga di sekitar, tapi dari lokasi yang lain.
"Nah, karena itu, kami tidak masuk ke wilayah keputusan hukum terkait pendirian masjid. Tetapi kami Forkopimda melihat dari potensi terjadinya konflik sosial," kata Bima yang mengunjungi lokasi MIAH bersama Kapolresta Bogor Kota Kombes Susatyo Purnomo Condro dan Dandim 0606/Kota Bogor Letkol Inf Ali Akhwan.
Baca: Beri Penghargaan Khofifah, Kemendagri Canangkan Gerakan 10 Juta Bendera Merah Putih