REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menegaskan kebijakan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) dipengaruhi oleh inflasi inti dan pertumbuhan ekonomi nasional. Gubernur BI, Perry Warjiyo menekankan, kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, The Fed tidak serta merta akan menaikan suku bunga acuan BI.
Ia mengatakan, memang kondisi luar negeri dipertimbangan, termasuk kenaikan suku bunga the Fed. Namun, dasar utama kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia adalah perkiraan inflasi inti ke depan dan juga keseimbangan dengan pertumbuhan ekonomi.
"Dengan demikian, tidak secara otomatis kalau suku bunga bank sentral negara lain naik maka suku bunga BI di Indonesia juga naik, semuanya tergantung kondisi di dalam negeri," katanya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin (1/8/2022).
Perry menekankan, inflasi Juli 2022 yang sebesar 4,94 persen (yoy) masih sesuai dengan perkiraan BI yang memproyeksikan inflasi pada angka 4,89 persen. Inflasi inti Juli 2022 yang sebesar 2,86 persen juga di bawah perkiraan BI yang memproyeksikan inflasi inti Juli 2022 sebesar 2,99 persen.
Perry menegaskan bahwa inflasi IHK akan menurun pada beberapa bulan kedepan karena inflasi saat ini bersifat musiman. Penyebab inflasi saat ini berasal dari inflasi harga pangan, energi, dan juga tarif angkutan udara.
Inflasi harga pangan banyak dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan terganggunya pasokan dari global dengan harga komoditas pangan dunia naik. Menurutnya, inflasi ini bersifat musiman dan meyakini inflasi akan turun pada bulan-bulan mendatang.
"Pemantauan kami di 46 kantor-kantor bank BI daerah bahwa pasokan pangan untuk bulan Agustus, September, Oktober, November, dan akhir tahun itu akan meningkat," katanya.
Termasuk yang pasokannya sudah meningkat adalah bawang merah, cabe merah, cabe rawit, telur ayam, daging sapi. Perry mengatakan, pasokan minyak goreng juga sudah membaik sehingga BI perkirakan bahwa inflasi makanan akan turun segera turun.
Ia menyebut, tingkat inflasi administered price yang termasuk harga energi juga masih baik. Hal ini dipengaruhi oleh naiknya subsidi bahan bakar premium, gas elpiji. Dari sisi pertumbuhan ekonomi pun dinilai masih terus tumbuh sehingga momentumnya harus dijaga.
"Konsumsi swasta itu baru naik setelah bulan Ramadhan, dan seterusnya, sehingga pertumbuhan ekonomi akan terus berlanjut, momentum itu harus kita terus jaga," katanya.
Pertumbuhan ekonomi masih akan dikontribusi oleh kinerja ekspor yang baik, perbaikan tingkat konsumsi, dan juga investasi. Perry juga menggarisbawahi bahwa pertumbuhan ekonomi memang belum kembali seperti semula, tapi sudah membaik dan naik.