REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka mengaku optimistis Indonesia bisa memiliki industri kantong darah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang selama ini masih dipenuhi dari impor luar negeri. Hal itu dikatakan Rieke saat melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Bekasi, Senin (1/8/2022).
Menurut dia, Indonesia tidak bisa terus menerus bergantung pada negara lain untuk memenuhi kebutuhan kantong darah. Karena jika terjadi sesuatu di negara eksportir maka akan berdampak pada risiko ketersedian darah untuk kebutuhan medis di tanah air.
“Saya mendukung pemerintah segera merealisasikan industri nasional terkait kantong darah karena hingga saat ini Indonesia masih saja mengimpor kantong darah,” ujarnya.
Politikus PDI Perjuangan itu menilai, Indonesia sangat mungkin untuk mendirikan industri kantong darah karena memiliki potensi dalam pengembangannya.
Karena itu Rieke mendukung Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang salah satu prioritas risetnya adalah bidang kesehatan, mengkaji secara mendalam terkait teknologi dan inovasi untuk pembangunan industri nasional kantong darah dan fraksionasi plasma darah.
Dia juga mendukung penuh agar BUMN farmasi memulai industri kantong darah dengan melibatkan Palang Merah Indonesia karena persoalan darah adalah persoalan kemanusiaan, sehingga darah tidak boleh diperjualbelikan. “Namun akibat kantong darah masih impor dari luar negeri, maka darah bagi kebutuhan medis di Indonesia tergolong mahal. Info dari PMI Kabupaten Bekasi, satu kantong darah kurang lebih harganya dikisaran 100 ribu rupiah,” ujarnya.
Rieke merencanakan isu industri kantong darah dan fraksionasi plasma darah akan dikonsultasikan ke Kementerian BUMN sebagai mitra Komisi VI DPR RI.