Selasa 09 Aug 2022 16:05 WIB

Warga Palestina Mengenang Kerabat dan Keluarga yang Tewas dalam Serangan Israel

Setidaknya 44 orang di Gaza tewas dalam serangan udara Israel pada Jumat.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Asap mengepul setelah serangan udara Israel di sebuah bangunan perumahan di Gaza, Ahad, 7 Agustus 2022.
Foto: AP/Adel Hana
Asap mengepul setelah serangan udara Israel di sebuah bangunan perumahan di Gaza, Ahad, 7 Agustus 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Dua jam sebelum Israel dan kelompok Jihad Islam Palestina (PIJ) menyepakati gencatan senjata, seorang ibu yang tinggal di Gaza harus kehilangan seorang putra dan tiga keponakannya. Hamed Najim (17 tahun) dan tiga sepupunya yaitu Jamil Najm al-Deen Naijm (4 tahun), Jamil Ihab Najim, (13 tahun) dan Mohammad (17 tahun), terbunuh oleh rudal yang menghantam mereka saat mereka berada di seberang jalan rumah mereka.

Ibu Hamed Najim, Diana, tampak terguncang ketika mengetahui putranya tewas dalam serangan Israel. Dia mengatakan, putranya sangat berhati-hati untuk tidak meninggalkan rumah karena takut dengan serangan Israel.

Baca Juga

"Hanya dua jam sebelum gencatan senjata diumumkan, dia mengatakan kepada saya bahwa dia akan keluar rumah selama lima menit dengan sepupunya. Beberapa saat berlalu dan kemudian kami mendengar sebuah bom. Kami berlari keluar untuk menemukan putra saya dan ketiga sepupunya.  Mereka semua telah tewas," ujar Diana, dilansir Aljazirah, Selasa (9/8/2022).

photo
Roket diluncurkan dari Jalur Gaza menuju Israel, di Kota Gaza, Ahad, 7 Agustus 2022. Hampir sepertiga warga Palestina yang tewas dalam bentrokan terbaru antara Israel dan militan Gaza mungkin telah terbunuh oleh roket yang salah. ditembakkan oleh pejuang Jihad Islam, menurut penilaian militer Israel yang tampaknya konsisten dengan pelaporan independen oleh The Associated Press. - (AP Photo/Hatem Moussa)

Kisah Diana mirip dengan banyak kisah lainnya di Jalur Gaza, setelah Israel melancarkan serangan udara berulang kali dalam operasi. Meski kehilangan putranya, Diana menyatakan kepuasannya dengan kesepakatan gencatan senjata tersebut.

“Mengapa kita di Gaza terkena semua ini?  Kita bisa kehilangan anak-anak kita kapan saja seolah-olah hidup kita tidak berharga. Cukup sudah. Kami tidak tahan lagi dan saya tidak ingin ibu-ibu lain di Gaza melihat kepahitan dari apa yang saya alami sekarang,” kata Diana dengan air mata yang mengalir di pipinya.

Pada Senin (8/8/2022) di kamp pengungsi Bureij di Jalur Gaza tengah, banyak orang berkumpul untuk meratapi Yasser al-Nabaheen (40 tahun) dan tiga anaknya, yang terbunuh dalam pemboman Israel di rumah keluarga mereka. Serangan itu mengakibatkan kematian al-Nabaheen dan dua putranya, Ahmed (13 tahun), Mohamed (9 tahun), dan putrinya Dalia (13 tahun). Putra tertu al-Nabaheen terluka dan sedang dalam perawatan di rumah sakit.

“Saya sedang duduk dengan Paman Yasser di sebidang tanah kecil di seberang rumah kami. Dia bergerak sedikit ke depan ketika sebuah rudal jatuh tepat di atasnya dan anak-anaknya. Mereka semua hancur dalam sekejap," ujar Ahmad, seorang anggota keluarga al-Nabaheen.

Ahmad mengatakan, al-Nabaheen dan anak-anaknya meninggal setengah jam sebelum gencatan senjata disepakati.

“Ini sangat sulit untuk dipahami. Israel terus membom dan membunuh orang dan warga sipil sampai detik-detik terakhir,” kata Ahmad.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement