Selasa 16 Aug 2022 10:51 WIB

Sumbangsih Muhammadiyah Bagi Kemerdekaan Indonesia dari Zaman Kolonial Hingga Milenial

Di era 77 tahun Indonesia, Muhammadiyah selalu jadi gerakan amar ma’ruf nahi munkar.

Ekspresi murid SD Muhammadiyah 20 Surabaya ketika Indonesia merdeka saat pementasan teatrikal Peristiwa Rengasdengklok di halaman SD Muhammadiyah 20 Surabaya, Jawa Timur, Jumat (16/8/2019).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Ekspresi murid SD Muhammadiyah 20 Surabaya ketika Indonesia merdeka saat pementasan teatrikal Peristiwa Rengasdengklok di halaman SD Muhammadiyah 20 Surabaya, Jawa Timur, Jumat (16/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Dr Agus Suradika, Pakar Pendidikan UMJ dan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta

Sedikitnya ada dua peran penting Muhammadiyah menjelang proklamasi kemerdekaan Republik Indonsia. Pertama, Ki Bagus Hadikusumo didukung Kahar Muzakkir dan Kasman Singodimedjo menjadi penentu konsensus nasional penetapan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945.

Konsensus nasional itu menjadi konstitusi dasar sekaligus penetapan Pancasila sebagai dasar negara. Muhammadiyah menyebutnya sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah, negara kesepakatan dan persaksian. 

Kedua, Jenderal Besar Soedirman adalah kader Muhammadiyah. Melalui Soedirman perang gerilya terus dikobarkan. Indonesia setelah proklamasi, tetap diakui esksitensinya berkat grilya Soedirman. Dari perjuangan Soedirman inilah lahir Tentara Nasional Indonesia. 

Kemudian, apa yang harus terus diperjuangkan Muhammadiyah untuk Indonesia di usia 77 tahun ini? Muhammadiyah adalah Gerakan amar ma’ruf nahi munkar. Dua sayap Gerakan itu: mengajak berbuat baik dan mencegah berbuat munkar (Al Imran: 104) harus terus dikepakan.

Dua sayap Gerakan Muhammadiyah, Aisyiah, dan organisasi-organisasi otonomnya tersebut terus berkepak. Dari kepakan itu kini sudah berwujud ratusan rumah sakit, ratusan panti asuhan, dan ribuan sekolah. Bahkan, kepakan dua sayap itu sudah sampai ke mancanegara.

Di milad ke-77 Republik Indonesia tahun 2022 ini, seluruh anak bangsa termasuk aktivis Muhammadiyah dihadapkan pada era disrupsi. Era terjadinya perubahan masif yang mengubah sistem dan tatanan sosial yang lebih baru. Untuk menjaga eksistensinya Muhammadiyah harus terus bergerak, sebagaimana Soedirman menggerakan perang grilya. Selain bergerak, Muhammadiyah juga terus beradaptasi dan menjadi motor penggerak perubahan. Kasman adalah sosok adaptif yang patut menjadi contoh. 

Di bidang pendidikan, kurikulum merdeka dan merdeka belajar adalah perubahan yang perlu penyikapan kritis. Penyikapan kritis dimaksud adalah penyikapan yang berbasis pada kebutuhan, ketersediaan sumber, pemanfaatan jaringan, dan kolaborasi. 

Kurikulum yang dirancang berbasis pada prinsip individual learning ini memberi peluang sekaligus tantangan bagi Lembaga pendidikan di semua jenjang yang dimiliki Muhammadiyah. Di jenjang pendidikan dasar, kemerdekaan kurikulum itu dapat diisi dengan penguatan fundamen beragama (Islam) bagi anak didik Muhammadiyah.

Kompetensi literasi dan numerasi: membaca, menulis, dan berhitung dapat diperkuat dengan muatan membaca Alquran dan menulis aksara Arab. Demikian juga di jenjang pendidikan menengah. 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement