Rabu 17 Aug 2022 15:38 WIB

Presiden Korsel: Perundingan Tidak Boleh Jadi Pertunjukan Politik

Perundingan Korsel dan Korut harus berkontribusi pada perdamaian.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menyampaikan pidato dalam konferensi pers untuk menandai 100 hari pertamanya menjabat di kantor kepresidenan di Seoul, Korea Selatan, Rabu, 17 Agustus 2022. pencegah nuklirnya sendiri dalam menghadapi ancaman nuklir Korea Utara yang semakin meningkat, saat ia mendesak Korea Utara untuk kembali ke dialog yang bertujuan untuk menukar langkah-langkah denuklirisasi demi keuntungan ekonomi.
Foto: Chung Sung-Jun/Pool Photo via AP
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menyampaikan pidato dalam konferensi pers untuk menandai 100 hari pertamanya menjabat di kantor kepresidenan di Seoul, Korea Selatan, Rabu, 17 Agustus 2022. pencegah nuklirnya sendiri dalam menghadapi ancaman nuklir Korea Utara yang semakin meningkat, saat ia mendesak Korea Utara untuk kembali ke dialog yang bertujuan untuk menukar langkah-langkah denuklirisasi demi keuntungan ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden Korea Selatan (Korut) Yoon Suk-yeol mengatakan perundingan dengan Korea Utara (Korut) tidak boleh hanya pertunjukan politik tapi berkontribusi pada perdamaian. Hal ini ia sampaikan beberapa jam setelah Korut menembakan dua rudal penjelajah ke laut.

Dalam konferensi pers 100 hari kepemimpinannya, Rabu (17/8/2022) Yoon tidak menyebut tentang peluncuran rudal itu. Militer Korsel melaporkan penembakan rudal tersebut kemudian.

Baca Juga

Yoon kembali menegaskan keinginannya untuk memberikan bantuan ekonomi ke Korut bila Pyongyang menghentikan pengembangan senjata nuklirnya dan mulai denuklirisasi. Ia mencatat telah mengajak Korut berdialog sejak kampanye.

"Setiap dialog antara pemimpin Korsel dan Korut, atau negosisasi antara pejabat tingkat kerja, tidak boleh menjadi pertunjukan politik, tapi harus berkontribusi membangun perdamaian subtantif di Semenanjung Korea dan di Asia Timur Laut," katanya.

Pernyataanya itu tampaknya kritik pada pertemuan yang melibatkan mantan Presiden Moon, Jae-in, pemimpin Korut Kim Jong Un dan mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Pertemuan tersebut tidak memberikan hasil pasti.

Perundingan denuklirisasi mengalami kebuntuan sejak 2019 dan Korut tidak akan menyerahkan pertahanan diri, walaupun meminta sanksi-sanksi terhadap mereka dicabut. Pyongyang juga diprediksi sedang mempersiapkan uji coba nuklir pertama sejak 2017.

Peluncuran rudal Korut merupakan uji coba pertama setelah berbulan-bulan. Digelar satu hari setelah Korsel dan AS menggelar latihan militer gabungan di lapangan yang sempat dihentikan selama pemerintahan Moon.

Yoon mengatakan Korsel tidak dalam posisi menjamin keamanan Korut bila mereka menyerahkan senjata nuklir. Tapi Seoul tidak ingin memaksakan perubahan status quo di Korut.

Uji coba dan pengembangan nuklir Korut baru-baru ini telah memunculkan kembali perdebatan apakah Korsel perlu mengembangkan senjata nuklirnya sendiri. Yoon mengatakan ia berkomitmen pada Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) dan bekerja sama dengan AS untuk meningkatkan "memperkuat pertahanan" Korsel.

"NPT tidak boleh ditinggalkan dan saya akan mematuhinya sampai akhir," katanya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement