Kamis 25 Aug 2022 17:55 WIB

Lima Tahun Berlalu, Pengungsi Rohingya Belum Mendapatkan Keadilan

Ratusan ribu pengungsi Rohingya menandai peringatan lima tahun eksodus ke Bangladesh

Rep: Dwina Agustin / Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Pengungsi Rohingya berjalan di sepanjang kamp darurat di Kutubpalang, distrik Ukhiya Cox Bazar, Bangladesh, 24 Agustus 2022. 25 Agustus 2022 akan menandai lima tahun sejak eksodus etnis minoritas Muslim Rohingya dari Myanmar yang mayoritas beragama Buddha dimulai pada Agustus 2017. Menurut United Komisaris Tinggi Negara untuk Pengungsi (UNHCR), hampir 925.000 pengungsi Rohingya tinggal di Bangladesh dan wilayah Cox
Foto:

Kelompok hak asasi manusia termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch juga mendesak dunia internasional untuk bertindak. Dalam sebuah pernyataan, Human Rights Watch mengatakan, peringatan itu harus mendorong pemerintah yang peduli untuk berupaya meminta pertanggungjawaban militer Myanmar. Termasuk mengamankan keadilan dan keselamatan bagi Rohingya di Bangladesh, Myanmar dan di seluruh wilayah.

“Pemerintah harus menandai peringatan lima tahun kampanye yang menghancurkan terhadap Rohingya dengan strategi internasional terkoordinasi untuk akuntabilitas dan keadilan yang mengacu pada Rohingya,” Penjabat Direktur Asia di Human Rights Watch, Elaine Pearson.

Bangladesh dan Myanmar menandatangani perjanjian bilateral pada November 2017, yang ditengahi oleh China untuk pemulangan para pengungsi. Awal bulan ini, Bangladesh meminta bantuan China untuk membantu memulangkan pengungsi Rohingya ke Myanmar. Permintaan ini disampaikan selama kunjungan Menteri Luar Negeri China, Wang Yi ke Bangladesh.

Badan pengungsi PBB, UNHCR, pada Selasa (23/8) mengimbau kepada para donor untuk tidak melupakan krisis pengungsi Rohingya. UNHCR mengatakan, warga Rohingya tinggal di pengungsian yang padat dan tidak layak. Bahkan kelangsungan hidup mereka bergantung pada bantuan kemanusiaan.

"Kebutuhan yang tidak terpenuhi termasuk nutrisi yang tepat, tempat tinggal, fasilitas sanitasi dan peluang mata pencaharian," kata pernyataan UNHCR.

UNHCR mengatakan, rencana respons tahun 2022 membutuhkan dana lebih dari 881 juta dolar AS untuk lebih dari 1,4 juta orang, termasuk pengungsi Rohingya dan lebih dari setengah juta komunitas tuan rumah yang paling terkena dampak. Sejauh ini, program yang didanai hanya 49 persen dengan dana yang diterima sebesar 426,2 juta dolar AS.

"Dukungan dari komunitas internasional  sangat penting dalam memberikan perlindungan dan layanan bantuan bagi pengungsi Rohingya, tetapi dana sangat kurang dari kebutuhan," ujar UNHCR.

Para pengungsi Rohingya berharap komunitas internasional tidak melupakan penderitaan mereka. Para pengungsi Rohingya tidak dapat kembali ke Myanmar karena situasi yang tidak kondusif setelah kudeta militer. Namun di sisi lain, mereka tidak memiliki masa depan di Bangladesh, dan tidak mempunyai akses lapangan kerja.

“Komunitas global tidak boleh melupakan penderitaan kami. Mereka harus membantu kami sebanyak yang mereka bisa. Kami tidak diizinkan bekerja di sini. Kami harus bergantung pada lembaga bantuan untuk makanan," ujar seorang pengungsi Rohingya, Mohammed Taher di Bangladesh.

Lebih dari satu juta warga Rohingya tinggal di kamp-kamp kumuh di Bangladesh selatan. Sebagian besar warga Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan dan hak-hak lainnya.  Warga Rohingya menginginkan jaminan keselamatan dan diakui sebagai warga negara sebelum kembali ke Myanmar. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement