REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Tasikmalaya terus mengalami penambahan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, kasus DBD di daerah itu sejak awal tahun telah mencapai sekitar 1.300 kasus dengan 22 kasus kematian.
"Setiap hari ada penambahan kasus DBD di Kota Tasikmalaya. Penambahan kasus kematian juga masih terjadi," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Asep Hendra, saat dihubungi Republika.co.id, Senin (29/8/2022).
Dari total angka kematian yang ada, mayoritas adalah anak-anak. Terdapat 17 orang anak yang meninggal akibat DBD pada tahun ini.
Asep mengatakan, kasus DBD pada tahun ini memang meningkat secara nasional. Provinsi Jawa Barat (Jabar) menjadi penyumbang tertinggi, dengan 22 ribu kasus DBD. Padahal, kasus di provinsi lain angkanya rata-rata di bawah 10 ribu.
"Kasus ini meningkat sekitar dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Kota Tasikmalaya menduduki posisi lima tertinggi di Jabar," ujar dia.
Asep mengatakan, penambahan kasus DBD masih akan terus terjadi. Apalagi, saat ini masih sering terjadi hujan di Kota Tasikmalaya.
Untuk menekan kasus kematian akibat DBD, Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya terus berupaya mendeteksi setiap potensi yang ada. Salah satunya adalah dengan melakukan tes cepat kepada pasien yang memiliki gejala DBD.
"Itu dilakukan tergantung kasus demam. Tidak semua pasien demam dites, tapi yang gejalanya mengarah ke DBD," ujar dia.
Ia menjelaskan, salah satu gejala umum yang dialami pasien DBD adalah demam selama lima hari. Setelah lima hari, demam itu akan menurun. Turunnya demam bukan berarti pasien akan sembuh. Justru pasien akan memasuki tahap selanjutnya, yang berpotensi menimbulkan kematian apabila tak mendapat penanganan.
Karena itu, ia meminta masyarakat datang ke puskesmas apabila mengalami demam selama tiga hari. "Jadi bisa langsung mendapatkan penanganan," kata dia.
Ia juga mengimbau masyarakat melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) secara mandiri. Pasalnya, berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi, jentik nyamuk banyak ditemukan di dalam rumah seperti dispenser, kulkas, atau bak mandi.
Sementara di Kabupaten Garut, Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, mengeklaim, kasus DBD masih cenderung terkendali. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, Asep Surachman, mengatakan, kasus DBD di daerahnya saat ini masih lebih rendah dibandingkan tahun lalu.
"Kalau data tahun lalu, kasus DBD mencapai 1.014 kasus dan 10 kasus kematian. Sementara tahun ini hingga Agustus, terdapat 446 kasus dan enam kasus kematian," ujar dia.
Atas dasar data itu, dengan sisa empat bulan pada 2022, kasus DBD di Kabupaten Garut pada tahun ini diperkirakan di bawah 1.000 kasus. Artinya, kasus DBD tahun ini di Kabupaten Garut diperkirakan akan menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
Asep mengatakan, pada Agustus, kasus DBD di Kabupaten Garut juga masih cenderung rendah. Diperkirakan kasus akan kembali melonjak menjelang akhir tahun atau saat musim hujan.
"Soalnya kan kaitannya dengan perindukan nyamuknya itu. Mereka biasa berkembang biak saat musim hujan. Terutama warga yang kurang menjaga kesehatan lingkungan," kata dia.
Menurut dia, pencegahan penyebaran DBD hanya efektif dengan melakukan PSN di tingkat masyarakat. Sebab, meski petugas melakukan pengasapan (fogging), nyamuk akan kembali beberapa hari kemudian.
"Kalau di-fogging itu nyamuk hanya hilang satu dua hari. Besoknya datang lagi. Semua kembali ke kesehatan lingkungan," kata dia.