Penataan Kawasan Kumuh di Yogya Dilakukan Secara Berkelanjutan
Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Muhammad Fakhruddin
Kondisi jalur pedestrian pascarevitalisasi di tepi Sungai Gajahwong, Mujamuju, Yogyakarta, Ahad (19/7). Jalan inspeksi, lampu, pengelolaan IPAL komunal, dan talud tepi sungai menjadi fokus penataan bantaran sungai. Tiga wilayah yakni Giwangan, Prenggan, dan Mujamuju dilakukan penataan bantaran sungai dengan biaya pusat sebesar Rp 19 Miliar. | Foto: Wihdan Hidayat / Republika
REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta menyebut, penataan kawasan kumuh yakni di kawasan bantaran sungai terus dilakukan secara berkelanjutan. Penataan dilakukan dengan berkolaborasi bersama Pemda DIY dan pemerintah pusat.
Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta, Sumadi mengatakan, total luas kawasan kumuh di Kota Yogyakarta mencapai sekitar 114,7 hektare. Hingga 2021, katanya, kawasan kumuh sudah berkurang seluas 20,54 hektare dari penataan yang dilakukan.
Artinya, masih tersisa sekitar 94,18 hektare kawasan kumuh di Kota Yogyakarta yang harus dilakukan penataan. Kawasan yang masih tersisa ini, kata Sumadi, akan terus dilakukan penataan kedepannya secara bertahap.
"Sisa kawasan kumuh ini menjadi target kami untuk secara berkelanjutan dan berkesinambungan, akan terus kami tata agar kawasan ini menjadi lebih baik," kata Sumadi saat melakukan kunjungan lokasi hasil penataan Program Kotaku bersama Bank Dunia di bantaran Sungai Gajah Wong, Kota Yogyakarta, Senin (19/9).
Untuk penataan kawasan kumuh di bantaran Sungai Gajah Wong, dilakukan secara bertahap sejak tahun 2017. Pada segmen pertama, dijelaskan bahwa Sungai Gajah Wong awalnya memiliki luas kawasan kumuh sekitar 38,13 hektare.
Setelah dilakukan penataan, luas kawasan kumuh di kawasan tersebut berkurang menjadi 9,46 hektare. Penataan kawasan kumuh tersebut diantaranya berupa pembangunan jalan lingkungan, drainase, pengelolaan limbah dan ruang terbuka publik.
Penataan segmen pertama Sungai Gajah Wong, lanjutnya, dialokasikan dana sekitar Rp 28 miliar. Dari total anggaran tersebut, sekitar Rp 15,6 miliar diantaranya dari Bank Dunia dan anggaran lainnya bersumber dari dana lain dan swadaya masyarakat.
Lebih lanjut, Sumadi menyebut, penataan kawasan kumuh di Yogyakarta menggunakan prinsip utama yaitu sustainable development goals (SDGs). Selain itu, penataan juga dilakukan dengan adanya modal sosial, jiwa gotong royong, serta kolaborasi gerakan Gandeng Gendong.
“Pola penanganan kumuh yang dilakukan dengan konsep M3K. mundur, munggah (naik) dan menghadap ke sungai. Menata permukiman dengan memangkas sebagian rumah-rumah yang ada di bantaran sungai. Mundur dalam rangka penyediaan jalan inspeksi sekaligus untuk ruang terbuka publik, akses mitigasi dan peletakan infrastruktur dasar permukiman serta menaikan menjadi dua lantai dan menghadapkan bangungan ke sungai," ujar Sumadi.
Direktur Eksekutif Bank Dunia, Mohd Hassan Ahmad mengatakan, kunjungan yang dilakukan ke Kota Yogyakarta untuk melihat langsung hasil penataan program peningkatan kualitas permukiman Kotaku (kota Tanpa Kumuh). Ia pun mengapresiasi hasil penataan kawasan kumuh di bantaran Sungai Gajah Wong.
"Setibanya saya agak terkejut melihat perubahan yang agak kentara sebelum dan sesudah. Saya berharap masyarakat di sini terus menjaga kebersihan," kata Hassan.