REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemprov Jabar terus memberikan perhatian terhadap nelayan yang ada di Jawa Barat. Menurut Wakil Gubernur Jabar, Uu Ruzhanul Ulum, pihaknya menggelar rapat untuk mengurai berbagai permasalahan nelayan yang ada di Jawa Barat. Bahkan, sebelum ada kenaikan BBM pun sudah dibahas
"Dan yang sekarang adalah (rapat, red) dengan Pertamina agar nelayan di saat mereka butuh BBM tidak ngantri keluar sekali pun diperbolehkan dengan kartu mereka membeli solar bersubsidi. Tetapi, mereka mengantre dan mereka jauh dari Dermaga sehingga dibutuhkan lagi transport," ujar Uu kepada wartawan usai rapat Rapat Koordinasi Rencana Penyaluran BBM Bagi Nelayan di Gedung Sate, Selasa (20/9).
Uu menjelaskan, nelayan selama ini cukup jauh saat mencari BBM. Bahkan, sering kali mereka mendapat uang untuk BBM dari uang pinjam. Tapi, kemudian mereka tambah kesulitan saat harus mengakses BBM harus mengeluarkan transpor.
"Oleh karena itu saya minta kepada pihak Migas atau pun Pertamina untuk membangun SPBU-N yang ada di wilayah-wilayah. Saya barusan disampaikan sekitar puluhan lebih agar dibangun," katanya.
Menurut Uu, pihaknya pun tidak minta semua dibangun SPBU-N. Tapi, SPBU-N hanya dibangun di lokasi yang dianggap layak untuk mengeluarkan subsidi. Agar, tak terlalu banyak merugi.
Uu menegaskan, pihaknya minta para pengusaha Migas agar membuat Dermaga. Walaupun membangun SPBU-N di dekat Dermaga karena mungkin penjualannya tidak seperti penjualan BBM di pinggir jalan.
"Nah, jadi kami agak sedikit memaksa kalau istilah para santri mah sunat muakad yang dikuatkan mendekati wajib untuk membangun SPBU-N yang ada di wilayah tersebut," paparnya.
Uu berharap, semua punya keinginan atau niat baik sesuai dengan keinginan para nelayan membangun SPBU-N di wilayah yang membutuhkan. Di antaranya di wilayah Pangandaran, Bekasi, Pantai Utara dan Pantai Selatan.
"Semua nelayan sudah kami datangi. Ternyata, keluhanya sama soal Dermaga kemudian modal dan juga solar," tegasnya.
Menurut Uu, para nelayan mengeluh kurangnya dermaga di berbagai tempat. Jadi, saat mereka mendaratkan perahunya setelah mereka berjuang mencari ikan di laut, para nelayan kesulitan.
"Yang kedua para nelayan selalu terjerat oleh rentenir yang ada di wilayah-wilayah tsb di saat mereka ingin melaut," katanya.
Jadi, kata dia, ujung-ujungnya hasil penangkapan ikan dijual dengan tidak bebas. Harganya pun, tidak berdasarkan keinginan mereka karena ditentukan dijualnya harus ke bandar.
"Ditambah lagi sekarang dengan adanya kenaikan BBM biasanya mereka agak kesulitan untuk mendapatkan BBM solar. Khususnya kemudian ditambah sekarang kenaikan lebih sulit lagi," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah provinsi Jawa Barat berupaya mengurai satu demi satu kebutuhan daripada mereka. Menurutnya, kebutuhan tentang Dermaga ini sudah diinventaris karena kebutuhan yang sangat banyak titik-titik yang sangat banyak.
"Sekarang prioritas yang akan dibangun sesuai dengan kemampuan kami di berbagai tempat. Karena memang ini kebanyakan bukan Dermaga besar tapi Dermaga kecil hanya untuk lalu-lalang saja ke darat dan ke laut," katanya.
Terkait bantuan langsung tunai untuk Nelayan, menurut Uu, sudah diputuskan oleh Gubernur angkanya Rp 500 ribu. Jadi satu bulan diberi Rp 150.000 sebanyak 4 bulan.
"Ya jadi sekitar Rp 600.000 ini akan diberikan perbulan Rp 150.000 per orang untuk nelayan. Ini salah satu bentuk perhatian Pemprov Jabar sebagai ibarat dari pemerintah pusat yang kami tindaklanjuti seperti itu. Kami berikan secara tunai, kalau voucer ribet dengan berbagai macam tadi," paparnya.
Uu menegaskan, BLT tidak boleh ada pemotongan. Karena itu sudah menjadi ranah hukum. "Dan bukan kewenangan kami dalam pengaduannya ke kepala desa kepala camat ataupun kepada siapa pun termasuk juga kepada alat perangkat pemerintah daerah," paparnya.