Rabu 21 Sep 2022 17:23 WIB

Cegah Kekerasan, PWNU Jatim Bentuk 40 Posko di Pondok Pesantren

PWNU Jawa Timur membentuk 40 posko untuk mencegah kekerasan di pondok pesantren.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Bilal Ramadhan
Tim ahli forensik melakukan autopsi secara menyeluruh terhadap jenazah AM (17), santri Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Pusat, Ponorogo, Jawa Timur, Kamis (8/9/2022). PWNU Jawa Timur membentuk 40 posko untuk mencegah kekerasan di pondok pesantren.
Foto: ANTARA/M Riezko Bima Elko P/22
Tim ahli forensik melakukan autopsi secara menyeluruh terhadap jenazah AM (17), santri Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Pusat, Ponorogo, Jawa Timur, Kamis (8/9/2022). PWNU Jawa Timur membentuk 40 posko untuk mencegah kekerasan di pondok pesantren.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mengajak kalangan pesantren meningkatkan sistem pengawasan dan penegakan kedisiplinan santri untuk menghindari aksi kekerasan dan perundungan di pesantren.

Wakil Ketua PWNU Jatim, KH Abdussalam Shohib menyatakan, pihaknya juga telah membentuk Pos Koordinasi di 40 pesantren yang melibatkan pihat terkait.

Baca Juga

"Dengan posko ini, diharapkan pesantren bisa terbantu dalam kelakukan pengawasan, antisipasi, pencegahan, dan penanganan secara cepat dan terarah," ujar Shohib, Rabu (21/9/2022).

Gus Salam juga berharap, program ini dapat memberi tambahan jaminan bagi wali santri akan keberadaan putra-putrinya di pesantren. Ia tidak ingin pondok pesantren yang selama ini dikenal sebagai lembaga pendidikan yang terbukti memberikan layanan pengajaran, pendidikan ilmu dan akhlak, hingga memberi motivasi kehidupan bagi santri-santrinya, berubah citeranya.

Gus Salam menyatakan, kasus kekerasan di pondok pesantren merupakan peristiwa yang menyedihkan dan mengundang rasa prihatin. Bukan hanya bagi masyarakat pendidikan, namun juga bagi kalangan pengasuh pondok pesantren.

Pengasuh Ponpes Mambaul Maarif, Denanyar, Jombang itu pun siap mendukung adanya upaya-upaya konkret agar masalah kekerasan dan perundungan anak di pondok pesantren, tidak terjadi lagi di masa-masa mendatang.

"Kita semua tentu prihatin, peristiwa itu merupakan semacam peringatan kepada semuanya, terlebih kepada NU yang banyak pesantrennya," ujar Gus Salam.

Gus Salam menyatakan, bagi pengasuh pondok pesantren diperlukan suatu cara yang sungguh-sungguh bisa diandalkan untuk mengelola santri yang tinggal di pesantren. Meskipun, kata dia, bagi pondok pesantren yang jumlah santrinya mencapai belasan ribu, pengelolaan tersebut tidak mudah. Namun tetap membutuhkan perhatian serius.

"Bisa dibayangkan bagaimana mengelola dan mengawasi sekian banyak santri, ini tentu bukan hal yang mudah. Tentu, pesantren telah membuat skema, manajemen, dan lain sebagainya," kata Gus Salam.

Gus Salam mengatakan, para kiai dan ulama pesantren di lingkup PWNU Jatim, berharap pesantren bisa lebih dikelola dengan baik, sehingga peristiwa kekerasan di lingkungan pesantren bisa dicegah dan tidak terulang lagi.

Kasus kekerasan di lembaga pendidikan agama dan keagamaan, kata dia, tidak bisa dibenarkan. Karena itu dibutuhkan regulasi sebagai langkah mitigasi dan antisipasi.

"Kekerasan dalam bentuk apapun dan di manapun tidak dibenarkan. Norma agama dan peraturan perundang-undangan jelas melarangnya," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement