REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonomi global diprediksi akan mengalami resesi pada tahun depan. Resesi itu dibarengi dengan inflasi yang tinggi sehingga disebut stagflasi.
Meski begitu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai, Indonesia tidak perlu khawatir. "Kita tidak perlu khawatir walau lembaga internasional perkirakan 2023 akan alami resesi atau lebih tepatnya stagflasi resesi, karena kondisi Indonesia berbeda," ujarnya, dalam online talkshow Kolaborasi Untuk Negeri bertema 'Menguatkan Ekonomi, Memberdayakan Rakyat' yang digelar Republika, Kamis (22/9/2022).
Ia menjelaskan, kondisi Indonesia sekarang dipengaruhi akibat ketegangan geopolitik dan sisa-sisa dampak pandemi. Hanya saja harga komoditas naik, sehingga negeri ini mengalami keuntungan atau windfall.
"Dengan itu APBN kita terbantu, walau lonjakan subsidi meningkat. Namun kita tidak terlalu banyak bergantung ke global," tegasnya.
Piter menuturkan, selama ini konsumsi dan investasi menjadi penyumbang terbesar ke perekonomian nasional. Total kontribusi keduanya mencapai 80 persen.
Sementara, kontribusi ekspor terhadap pertumbuham ekonomi Indonesia masih kecil. Meski ada peningkatan dalam dua tahun terakhir karena harga komoditas naik.
"Kondisi itu bisa kita manfaatkan. Saat resesi global 2023 dan seterusnya yang perlu dijaga yaitu kondisi domestik. Makanya saya tidak sepakat dengan kenaikan BBM subsidi naik, karena takut risikonya mengganggu pemulihan ekonomi domestik yang bisa menjadi tumpuan saat resesi global 2023," jelas Piter.
Hanya saja, lanjut dia, pemerintah sudah mengambil kebijakan menaikkan BBM subsidi. Maka harus didukung dengan mitigasi semua risikonya, supaya ekonomi dalam negeri siap dan bisa bertahan menghadapi kondisi pada tahun depan.
Piter menilai, saat ini kondisi domestik Indonesia relatif aman. Itu menurutnya harus dijaga, karena pasar utama UMKM yaitu domestik.
"Kalau ekonomi domestik aman ya UMKM aman. Contoh sederhana, UMKM kita banyak di bidang kuliner, selama ekonomi domestik kita terjaga yang jajan masih banyak dan ramai," katanya.
Perekonomian Indonesia, lanjut dia, bukan seperti Singapura dan Jepang yang sumber utamanya dari pasar global. Jadi ketika ekonomi global terganggu, ekonomi mereka ikut terganggu.