Rabu 28 Sep 2022 20:01 WIB

Ini Lima Solusi Cegah dan Mengobati Pasien Ginjal Kronis

Keselamatan pasien ginjal kronis diharapkan bisa semakin membaik di Indonesia.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Nora Azizah
Keselamatan pasien ginjal kronis diharapkan bisa semakin membaik di Indonesia.
Foto: Wikipedia
Keselamatan pasien ginjal kronis diharapkan bisa semakin membaik di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), dr. Aida Lydia memberikan lima solusi dalam mencegah dan mengobati Pasien Ginjal Kronis (PGK). Pertama, meningkatkan pencegahan.

“Terapkan strategi pengelolaan PGK sesuai tahapan progresifitas,” katanya dalam diskusi publik World Patient Safety Day 2022 bertajuk “Dampak Kebijakan Kelas Standart BPJS Kesehatan terhadap Pelayanan Pasien Gagal Ginjal”, di Jakarta, Rabu (28/9/2022).

Baca Juga

Kedua, meningkatkan pemerataan layanan dan jumlah SDM diantaranya melalui mapping kebutuhan layanan, lokasi layanan dan SDM. Ketiga, meningkatkan rujukan tepat waktu, dengan memastikan program pencegahan dapat berjalan baik, pasien yang membutuhkan terapi pengganti ginjal dapat disiapkan dengan baik, pemasangan kateter dialisis dapat dicegah, serta lama perawatan singkat sehingga menghemat biaya.

Keempat, mengidentifikasi dan terapi komplikasi PGK, seperti anemia, gangguan mineral dan tulang. Kelima, meningkatkan edukasi kepada masyarakat mengenai kesehatan ginjal melalui gerakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan ginjal.

“Ginjal sehat untuk semua, menjembatani kesenjangan pengetahuan untuk kesehatan ginjal yang lebih baik,” pungkasnya.

Ketua umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Tony Samosir mengapresiasi sistem transformasi kesehatan di Indonesia. Pihaknya berharap ke depan pelayanan dan keselamatan untuk pasien akan makin baik di Indonesia.

Tony Samosir yang juga pasien ginjal kronik dan transplantasi ginjal menyebutkan tiga transformasi kesehatan di Indonesia. Pertama, transformasi layanan rujukan. Menurutnya, sistem rujukan untuk pasien ginjal dengan modalitas hemodialisis yang dapat diimplementasikan untuk pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan transplantasi ginjal.

Kedua, transformasi pembiayaan kesehatan. Tony menegaskan pentingnya sistem pembiayaan yang adil dan meniadakan kesenjangan biaya dan alokasi biaya pada masing-masing komponen yang dibutuhkan dalam penyakit ginjal kronik.

Ketiga, transformasi teknologi kesehatan. Tony bilang perlunya pengembangan dan pemanfaatan teknologi kesehatan dalam menjembatani akses ketersediaan informasi kesehatan ginjal dan layanan dialisis untuk pelayanan dan keselamatan untuk pasien.

“Beberapa pasien yang kami temukan, ada pelayanan kesehatan malah lebih suka menutup akses vaskular (cimino) daripada memperbaikinya. Selain tindakan cuci darah, kami juga membutuhkan obat-obatan rutin,” terang dia.

KPCDI berharap adanya aturan skema tarif yang berkeadilan sehingga menemukan win win solution sehingga pasien bisa mengakses apa yang mereka butuhkan. “Kami berharap semoga pasien gagal ginjal ini lebih berkualitas lagi hidupnya agar bisa berkarya demi Indonesia yang lebih baik,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement