Senin 03 Oct 2022 12:34 WIB

Sosialisasi Aturan FIFA, PSSI dan PT LIB Menjadi Pihak yang Paling Bertanggung Jawab

Polisi mengamankan penonton sepak bola seperti mengamankan demonstrasi.

Red: Joko Sadewo
Spanduk kecaman tragedi Kanjuruhan terpasang di depan gedung DPRD Kota Malang, Jawa Timur, Senin (3/10/2022). Kericuhan di Kanjuruhan meninggalkan duka bagi berbagai pihak dan mendesak segera diusut tuntas.
Foto: ANTARA/Syaiful Arif
Spanduk kecaman tragedi Kanjuruhan terpasang di depan gedung DPRD Kota Malang, Jawa Timur, Senin (3/10/2022). Kericuhan di Kanjuruhan meninggalkan duka bagi berbagai pihak dan mendesak segera diusut tuntas.

Oleh : Ratna Puspita, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Selama pekan ini, saya kerap mengedit berita tentang Persib Bandung melawan Persija Jakarta di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) dari sisi Polda Jawa Barat (Jabar). Hampir setiap hari selama satu pekan, Polda Jabar memberikan informasi terbaru tentang persiapan laga mulai dari memajukan jam pertandingan menjadi sore dengan alasan keamanan, keamanan tim Persija Jakarta selama di Bandung.

Bahkan, pada Sabtu, 1 Oktober 2022, saya masih mengedit berita Polda Jabar mengeluarkan imbauan agar Bobotoh siap menang dan kalah. Di sisi lain Pulau Jawa pada pekan yang sama sebenarnya juga tersaji laga yang tidak kalah tensinya: Arema vs Persebaya. Namun, saya tidak banyak mengedit informasi terbaru tentang laga ini dari sisi kepolisian.

Belakangan, saya baru tahu juga bahwa sebenarnya ada permintaan polisi terkait hal yang sama, yakni pemindahan jam pertandingan ke waktu yang lebih sore dengan alasan keamanan. Panitia pelaksana Arema juga telah meneruskan permintaan pemindahan jam pertandingan waktu ke sore hari kepada PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator liga.

Bedanya, polisi tetap mengeluarkan izin laga Arema vs Persebaya meski permintaan memindahkan jam pertandingan tidak terpenuhi. PT LIB memang meminta panitia pelaksana untuk berkoordinasi dengan kepolisian agar laga tetap berlangsung pada malam hari.

Belakangan itu pula kita semua tahu bahwa pertandingan Arema vs Persebaya menjadi salah satu laga paling mematikan sepanjang sejarah. Pada Ahad, 2 Oktober 2022, banyak media melaporkan bahwa jumlah korban sebanyak 127 orang.

Angka berkembang hingga pada sore hari ada media baik lokal maupun internasional menyebutkan bahwa korban jiwa akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan yang menjadi markas Arema sebanyak 182 orang. Angka itu hanya kalah dari tragedi sepak bola Lima atau tragedi Stadion Nasional di Lima, Peru, pada 24 Mei 1964, dengan 328 korban.

Belakangan, Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan jumlah korban meninggal sebanyak 125 orang. Angka ini hanya kalah dari tragedi Stadion Olahraga Accra di Ghana pada 9 Mei 2001 dengan 126 korban meninggal.

Kematian para penonton di Malang terjadi karena mereka berdesak-desakan keluar stadion yang membuat mereka sesak nafas, dan terinjak-injak. Penonton berdesak-desakan keluar stadion karena terjadi kekacauan di dalam stadion setelah kepolisian melontarkan gas air mata. Kepolisian melontarkan gas air mata karena sebagian dari penonton menginvasi ke lapangan.

Tindakan penonton menginvasi lapangan tidak dapat dibenarkan, tetapi upaya kepolisian mengendalikan penonton dengan gas air mata tentu patut diusut lebih dalam. Upaya kepolisian mengendalikan penonton dengan gas air mata ini menunjukkan cara kepolisian mengamankan penonton seperti halnya mengamankan demonstrasi. 

Saya tidak bermaksud mengamini tindakan kepolisian melemparkan gas air mata ke demonstrasi. Namun, melontarkan gas air mata ke penonton yang berada di area tertutup dengan pintu-pintu keluar terbatas merupakan tindakan yang di luar batas nalar. Apakah aparat keamanan tidak berpikir lebih jauh bahwa upaya pembubaran dengan cara seperti itu justru membuat penonton terjebak dalam pintu keluar yang sempit dan terjadi kemacetan? 

Baca juga : PSSI Harap FIFA tak Berikan Sanksi Bagi Sepak Bola Indonesia

Di sisi lain, saya memahami bahwa mungkin kepolisian hingga ke tingkat personel ke bawah tidak mendapatkan sosialisasi tentang aturan FIFA yang melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion. Dalam konteks ini, PSSI dan PT LIB menjadi pihak yang paling bertanggung jawab. 

Problem lain yang belakangan muncul adalah panitia penyelenggara diduga menjual tiket melebihi dari jumlah penonton yang direkomendasikan kepolisian. Tiket yang dijual sebanyak 42 ribu, sedangkan rekomendasi kepolisian adalah 38 ribu.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memerintahkan agar liga dihentikan sampai ada evaluasi menyeluruh. Saya berharap tidak hanya ada evaluasi menyeluruh, tetapi juga perbaikan menyeluruh. 

Kejadian penggemar sepak bola meninggal bukan kali ini saja. Apakah Anda masih ingat dua orang meninggal pada laga Persib dan Persebaya pada laga Piala Presiden, 17 Juni 2022? Sopiana Yusup dan Ahmad Solihin meninggal dunia karena terinjak saat berdesakan masuk ke Stadion GBLA. 

Baca juga : Ucapkan 'Hadirin yang Berbahagia' di Kanjuruhan, Ketum PSSI Dikecam

Indonesia mungkin bisa belajar dari Inggris yang pernah mengalami tragedi Hillsborough ketika semi final Piala FA 1989 antara Liverpool dan Nottingham Forest juga mengubah wajah standar pengamanan pertandingan sepak bola di Inggris. Tragedi itu menyebabkan 97 orang meninggal dunia, dengan korban terakhir meninggal pada 2021 karena pneumonia yang diakibatkan cedera otak.

Taylor Report menemukan, alasan utama tragedi itu adalah kegagalan polisi mengendalikan situasi. Selain itu, Taylor Report mengubah standar keamanan stadion di Inggris seperti tidak ada lagi penonton berdiri dan tidak ada lagi pagar. Kedua hal tersebut dianggap menjadi penyebab kepolisian gagal mengendalikan situasi.

Seperti Taylor Report yang mengubah wajah sepak bola Inggris, evaluasi terhadap kejadian di Kanjuruhan sebaiknya juga tidak dilakukan terburu-buru. Penyelidikan yang dilakukan oleh Lord Justice Peter Taylor dilakukan selama 31 hari, tetapi laporan lengkapnya yang disertai dengan rekomendasi baru terbit sembilan bulan setelah kejadian Hillsborough.

Semoga pemerintah, PSSI, PT LIB, dan aparat keamanan mengingat bahwa satu nyawa terlalu berharga untuk meninggal di stadion dan mau melakukan perubahan.

Baca juga : Mahfud Perintahkan Panglima TNI Tindak Prajurit yang Tendang Aremania

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement