REPUBLIKA.CO.ID, LUKSEMBURG -- Pengadilan tinggi Uni Eropa (UE) mengumumkan keputusan kontroversial, yang memungkinkan pengusaha untuk melarang tampilan simbol agama, filosofis atau spiritual. Hal ini terjadi setelah banding oleh seorang wanita Muslim mengenakan jilbab.
Putusan tersebut terkait dengan kasus di Belgia. Di mana seorang wanita Muslim berjilbab telah melamar magang di sebuah perusahaan yang aturan internalnya melarang ekspresi pandangan agama, filosofis atau politik melalui kata-kata atau pakaian.
Wanita itu diberitahu bahwa dia tidak dapat ditawari pelatihan, karena tidak ada penutup kepala yang diizinkan di perusahaan. Dia kemudian mengajukan pengaduan yang mengklaim bahwa dia telah didiskriminasi berdasarkan agamanya.
Pengadilan Eropa (ECJ) mengatakan dalam putusannya, bahwa agama dan kepercayaan harus dianggap sebagai satu-satunya dasar diskriminasi di bawah hukum Uni Eropa.
"(ketentuan persyaratan) melarang pekerja untuk menunjukkan, melalui kata-kata, melalui pakaian, atau dengan cara lain, keyakinan agama atau filosofis mereka, apa pun keyakinan itu, bukan merupakan, diskriminasi langsung,” bunyi siaran pers ECJ, dilansir dari laman Daily Sabah pada Sabtu (15/10/2022).
“Sesungguhnya, karena setiap orang boleh memiliki agama atau kepercayaan agama, filosofis atau spiritual, aturan seperti itu, asalkan itu diterapkan secara umum dan tidak membedakan, tidak membuat perbedaan dalam perlakuan,” lanjut siaran tersebut.
ECJ menyatakan, namun aturan rekrutmen semacam itu dapat merupakan diskriminasi tidak langsung, jika istilah yang tampaknya netral menyebabkan agama atau kepercayaan tertentu menjadi sangat dirugikan. Putusan pada Kamis (13/10/2022), bukanlah yang pertama tentang masalah ini, dan itu menegaskan hukum kasus sebelumnya.