Ahad 16 Oct 2022 21:02 WIB

Harga Tanah Makin Mahal, Pembangunan Hunian di DIY Diminta Vertikal

Harga tanag di DIY semakin mahal.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Muhammad Hafil
Harga Tanah Makin Mahal, Pembangunan Hunian di DIY Diminta Vertikal. Foto:  Pejalan kaki melintas di Pedestrian HZ Mustofa, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (13/10/2022). Penataan pedestrian di Jalan HZ Mustofa dan Jalan Cihideung yang menelan anggaran sebesar Rp4,4 miliar dan Rp5 miliar itu menerapkan konsep seperti di Malioboro, Yogyakarta, dengan menyediakan ornamen kelom geulis raksasa dan payung emas kuncup.
Foto: ANTARA/Adeng Bustomi
Harga Tanah Makin Mahal, Pembangunan Hunian di DIY Diminta Vertikal. Foto: Pejalan kaki melintas di Pedestrian HZ Mustofa, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (13/10/2022). Penataan pedestrian di Jalan HZ Mustofa dan Jalan Cihideung yang menelan anggaran sebesar Rp4,4 miliar dan Rp5 miliar itu menerapkan konsep seperti di Malioboro, Yogyakarta, dengan menyediakan ornamen kelom geulis raksasa dan payung emas kuncup.

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Pemerintah Daerah (Pemda) DIY meminta agar pembangunan tempat hunian dilakukan secara vertikal. Hal ini mengingat harga tanah di DIY yang semakin mahal.

Sekda DIY, Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, hal ini juga dilakukan dengan tujuan agar tidak terlalu banyak lahan pertanian yang dijadikan sebagai tempat hunian.

Baca Juga

"Kita minta supaya lebih diutamakan (pembangunan hunian) vertikal," kata Aji belum lama ini.

Aji menyebut, saat ini masih banyak masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah yang belum memiliki hunian karena harga tanah yang mahal. Pemerintah kabupaten/kota pun diminta untuk mengutamakan melakukan pembangunan maupun mengeluarkan perizinan hunian vertikal.

"Memang kita mengimbau, (sifatnya) belum sampai kepada larangan. Pada saat memberikan perizinan, (pemerintah) kabupaten/kota diutamakan supaya permukiman dan bangunan-bangunan itu lebih ke vertikal," ujar Aji.

Bahkan, kata Aji, diharapkan pemerintah kabupaten/kota se-DIY maupun investor yang akan membangun hunian vertikal menerapkan sistem sewa beli. Diharapkan, nantinya hunian yang disewa dapat menjadi milik sendiri, khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah.

"Kalau ada nanti pemkab atau investor bangun rumah ya sewa beli, dia nyewa tapi harga sewanya dilebihkan. Pada saat sekian puluh tahun bisa jadi milik, meskipun itu vertikal itu tidak ada masalah," tambahnya.

"Untuk kebutuhan masyarakat menengah ke bawah, rumah susun saya kira kita bisa menggunakan mekanisme sewa beli. Supaya saat pensiun sudah punya rumah," lanjut Aji.

Meski begitu, Aji menekankan, pembangunan hunian vertikal juga harus memperhitungkan tinggi maksimal bangunan yakni tidak boleh melebihi 32 meter. "Vertikal itu kan di Yogya ini juga dibatasi, karena di Yogya ini juga menjadi jalur pesawat.

Selain itu, juga harus mempertimbangkan bangunan yang merupakan cagar budaya. Untuk cagar budaya, katanya, tidak boleh diubah dari fasad bangunan yang sudah ada.

"Ini juga harus kita sinkronkan dengan bagunan-bangunan yang (masuk) cagar budaya. Walaupun kita minta supaya vertikal lebih diutamakan, tapi kalau cagar budaya tidak boleh berubah dari fasad sebelumnya. Jadi itu tetap dipertahankan," jelas Aji.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement