REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Iwan KC Setiawan, Dosen UNISA Yogyakara, Sekretaris KOKAM Nasional dan Anggota ICMI DIY
Badannya gempal dan wajahnya serius, ia adalah sosok yang hidupnya untuk pergerakan. Lahir di Kampung Kauman, Kasunanan tahun 1876 dengan nama lahir Achmad, nama dewasanya Darmodipuro dan setelah haji di Makkah mengganti namanya menjadi Haji Mohamad Misbah.
Haji Misbah dikenal sebagai mubaligh dan pengusaha batik sukses. Ia mewarisi bisnis orang tuanya. Tetapi ia mencari jalan hidupnya sendiri, menjadi jurnalis dan aktivis pergerakan. Ia tercatat menjadi anggota Inlandsche Journalist Bond (IJB) organisasi pers bumi putera pertama dengan mentor utamanya Mas Marco Kartodikromo, aktivis Gerakan kiri.
Sebagai seorang jurnalis, Haji Misbah memiliki 2 corong media cetak, Medan Muslimin yang didirikan pada 15 Januari 1915 dan Islam Bergerak tahun 1917. 2 media ini menjadi alat propagandanya dalam memperkenalkan pikiran-pikirannya. Dari Media ini, Haji Misbah berkolaborasi dengan Haji Fahrodin, dari Kauman Yogyakarta. Haji Fahrodin adalah anggota Muhammadiyah dan murid ideologis Kiai Dahlan.
Haji Misbah dan Haji Fahrodin sama-sama memegang kendali Medan Muslimin. Dalam daftar redaksi Medan Muslimin ada nama Kiai Dahlan sebagai kontributor dan ditulis dengan nama pena Katib Amin Yogyakarta. Dari Surakarta ada nama Muhtar Bukhori yang juga menjadi kontributor.
Haji Misbah dan Muhammadiyah
Saat komite penerimaan Kiai Dahlan ke Surakarta dibuat, Haji Misbah menjadi ketuanya. Saat Kiai Dahlan memberi ide berdirinya Komite Mohammadiyah Afdeling Tablegh atau SATV tahun 1919 sebagai corong gerakan Muhammadiyah di Surakarta, Haji Misbah menjadi ketua yang pertama. Pada saat Haji Misbah menjadi ketua SATV, banyak amal sosial yang dibuatnya. Mulai dari mendirikan amal sosial hingga mendirikan surat kabar. Dari awal Kiai Dahlan masuk ke Surakarta, hubungan dengan Haji Misbah sangat akrab.
Saat Haji Misbah menjadi ketua SATV, ia ingin membawa SATV ke kancah politik kiri. Benih pikiran dan gerakan kiri dari Haji Misbah sudah nampak saat berkenalan dengan Semaun, Ketua Sarikat Islam Semarang. Dengan semaun inilah Haji Misbah lambat laun menjadi “Haji Merah”, menjadi propagandis PKI yang mengkampanyekan Islam dan Komunisme. Karena sudah tidak sefaham dengan anggota SATV yang lain, akhirnya Haji Misbah keluar dari SATV tahun 1920.
Puncak keretakan hubungan Haji Misbah dengan SATV saat beliau ditangkap tentara Kolonial karena menjadi provokator kerusuhan dan pemogokan buruh tebu di Klaten (Desa Nglungge). Haji Misbah di tahun 1920 akhirnya dijebloskan ke bui di Klaten dan Pekalongan. Di dalam bui beliau bertemu dengan banyak aktivis ISDV yang semakin memerahkan pandangan hidupnya.
Setelah keluar dari penjara Haji Misbah semakin kiri. Sepertinya urat syaraf takutnya sudah putus. Ia tourne lagi ke Klaten hingga Yogyakarta untuk melaksanakan agitasi.
Hubungan Haji Misbah dengan Kiai Fahrhorin semakin retak. Ditandai dengan keluarnya Haji Fahrodin dari keredaksian Islam Bergerak dan Dunia Bergerak. Haji Misbah juga mulai menyerang Muhammadiyah dengan menganggap Muhammadiyah terlalu lunak dengan pemerintah Kolonial Belanda.