Selasa 18 Oct 2022 08:37 WIB

Australia Cabut Pengakuan Yerusalem Timur Sebagai Ibukota Israel

Australia berkomitmen pada solusi dua negara yang mana dua negara hidup berdampingan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Petugas polisi Israel mengawal sekelompok pria Yahudi mengunjungi Temple Mount, yang dikenal oleh umat Islam sebagai Tempat Suci, di kompleks Masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem, selama ritual berkabung tahunan Tisha BAv (kesembilan dari Av) hari puasa dan hari peringatan, memperingati penghancuran kuil kuno Yerusalem, Ahad, 7 Agustus 2022. Australia akan mencabut kebijakan pemerintah sebelumnya yang mengakui Yerusalem Timur sebagai ibukota Israel.
Foto: AP/Mahmoud Illean
Petugas polisi Israel mengawal sekelompok pria Yahudi mengunjungi Temple Mount, yang dikenal oleh umat Islam sebagai Tempat Suci, di kompleks Masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem, selama ritual berkabung tahunan Tisha BAv (kesembilan dari Av) hari puasa dan hari peringatan, memperingati penghancuran kuil kuno Yerusalem, Ahad, 7 Agustus 2022. Australia akan mencabut kebijakan pemerintah sebelumnya yang mengakui Yerusalem Timur sebagai ibukota Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Australia akan mencabut kebijakan pemerintah sebelumnya yang mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Israel. Pemerintah Partai Buruh mengatakan masalah ini seharusnya diselesaikan sebagai bagian dari perundingan damai antara Palestina dan Israel.

"Australia berkomitmen pada solusi dua negara yang mana Israel dan negara Palestina di masa depan dapat hidup berdampingan, dalam damai dan aman, sesuai dengan perbatasan yang diakui internasional," kata Menteri Luar Negeri Penny Wong dalam konferensi pers, Senin (18/10/2022).

Baca Juga

"Kami tidak akan mendukung pendekatan yang merusak prospek ini," tambahnya.

Pada tahun 2018 lalu pemerintah koalisi konservatif yang dipimpin Scott Morrison resmi mengaku Yerusalem timur sebagai ibukota Israel. Morrison mengubah kebijakan Australia di Timur Tengah selama puluhan tahun.

Pengumuman Wang disampaikan setelah  Perhimpunan Tahanan Palestina (PPS) mengatakan otoritas pendudukan Israel menahan 5.300 warga Palestina sejak awal tahun ini. Termasuk di dalamnya 111 wanita, 620 anak di bawah umur, dan 1.610 penangkapan secara administratif.

“Jumlah penahanan tertinggi tercatat di Yerusalem Timur yang diduduki dan mencapai 2.353 orang, dan tingkat tertinggi tercatat pada April dan mencapai 1.228 kasus,” kata PPS seperti dikutip Wafa. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement