REPUBLIKA.CO.ID, Penguasa Mesir pada masa Nabi Musa AS, Fir'aun, dikenal angkuh. Saking sombongnya, dia mengaku sebagai tuhan (an-Naziat: 24). Mewajibkan rakyat Mesir kala itu menyembahnya. Karena takut disiksa atau bahkan dibunuh, ya mereka menuruti saja perintah itu.
Syekh Nawawi al-Bantani (1813-1897)menulis kisah menarik tentang si penguasa yang sangat takabur ini dalam kitabnya, Sullamul Munajat. Di situ ada kisah istri Fir'aun yang mengangkat Musa sebagai anak, Asiyah, mengajak Fir'aun bermain. Aku ingin bermain denganmu. Siapa yang kalah dalam permainan ini, maka dia harus pergi ke gerbang dengan telanjang, kata Asiyah, sebagaimana di tulis sang alim asal Banten itu.
Fir'aun menerima tantangan istrinya. Sesaat kemudian Asiyah berhasil mengalahkan suaminya. Lalu wanita mulia itu berkata, Penuhilah janjimu. Fir'aun meminta maaf. Bahkan, dia menjanjikan sekotak berisikan permata indah.
Namun, Asiyah menolak tawaran itu. Jika engkau memang benar-benar tuhan, maka penuhilah janjimu karena memenuhi janji adalah sifat tuhan, kata Asiyah.
Fir'aun pun melepaskan bajunya, telanjang. Lalu berjalan menuju gerbang istana tanpa busana. Para penghuni istana menyaksikan tuhan yang `terpaksa'mereka sembah berjalan tanpa pakaian. Mereka melihat betapa buruknya bentuk tubuh si tuhan, penuh dengan kekurangan, alias jauh dari kesempurnaan. Sejak itu, mereka meragukan, bahkan mengingkari ketuhanan si Fir'aun.
Dalam Islam, Tuhan tak bisa disamakan dengan makhluk, apapun itu. Tuhan melampaui ruang dan waktu, alias abadi (al-Baqi).Segala sesuatu akan hancur kecuali diriNya (al- Qashash: 88). Perhiasan yang indah, bangunan yang megah, anak dan istri, percik hujan yang mengusir debu, tanaman nan hijau menyegarkan pandangan, buliran air laut yang tak terhing ga, dan banyak lagi. Semua itu akan hancur.
Air laut yang begitu berlimpah, kalau dijadikan tinta untuk menuliskan kalimat Allah, tak akan cukup. Karena begitu air laut itu habis, masih banyak tanda kekuasaan dan keagungan Allah yang belum tertulis (al-Kahfi: 108).
Keagungan Allah tak menjadikan diri-Nya jauh dari makhluk. Allah dekat dengan kita semua, bahkan lebih dekat dari urat nadi kita.Aqrabu min hablil warid(Qaf: 16). Karena dekat, maka kita memanjatkan doa, meminta banyak kebaikan kepada-Nya, maka Allah akan mengabulkan permintaan tersebut (Ghafir:60).
Nabi Muhammad SAW, kekasih Allah, suatu ketika dizalimi masyarakat Thaif. Dia dilempari batu, sehingga melukai kepalanya. Rasulullah kemudian berlari menyembunyikan diri. Dalam persembunyiaannya, malaikat datang dan menunggu perintah Nabi. Kalau saat itu Nabi Muhammad memerintahkan para malaikat menghancurkan Thaif, seketika itu Thaif akan hancur.
Namun, hal itu tidak dilakukan. Rasulullah berdoa, semoga dari Rahim orang-orang Thaif akan lahir banyak orang beriman. Benar saja.Saat ini, banyak Muslim tinggal di daerah perbukitan yang sejuk itu. Doa Rasulullah terkabul.
Keturunan Rasulullah, al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba'Alawi memanjatkan doa kepada Allah. Ada tiga permohon annya. Pertama, agar Allah menjadikan keturunannya selalu tawadhu, terhindar dari sombong.Kedua, agar mereka terhindar dari kezaliman pe nguasa. Ketiga, agar mereka semua dijaga keislaman dan keimanannya, dan wafat dalam keadaan jauh dari hubbud dunya.
Doa itu pun dikabulkan Allah. Begitu banyak dzuriyat Rasulullah yang rendah diri, terhindar dari fitnah penguasa, dan wafat dengan husnul khatimah.
Doa tersebut dipanjatkan oleh al-Faqih al- Muqaddamdengan sungguh-sungguh, dan dipenuhi dengan keimanan dan keyakinan kepada kesempurnaan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang disembah. Tuhan yang dimuliakan dan diagungkan, bukan yang dipermalukan seperti yang dilakukan Asiyah terhadap Fir'aun si penguasa yang mengaku tuhan.