Kamis 27 Oct 2022 08:03 WIB

Tesla Hadapi Penyelidikan Kriminal AS Atas Klaim Full Self Driving

Penyelidikan yang dilaporkan berkaitan sistem autopilot yang sebabkan kecelakaan.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Friska Yolandha
Mobil Tesla di stasiun pengisian daya di Westfield Mall di Bethesda, Maryland, AS, 11 Februari 2022. Tesla sedang dalam penyelidikan kriminal di Amerika Serikat (AS) atas klaim perusahaan bahwa kendaraan listriknya mampu mengemudi sendiri.
Foto: EPA-EFE/JIM LO SCALZO
Mobil Tesla di stasiun pengisian daya di Westfield Mall di Bethesda, Maryland, AS, 11 Februari 2022. Tesla sedang dalam penyelidikan kriminal di Amerika Serikat (AS) atas klaim perusahaan bahwa kendaraan listriknya mampu mengemudi sendiri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tesla sedang dalam penyelidikan kriminal di Amerika Serikat (AS) atas klaim perusahaan bahwa kendaraan listriknya mampu mengemudi sendiri (self driving). Penyelidikan kriminal yang dilaporkan diluncurkan oleh Departemen Kehakiman (DOJ) tahun lalu, berfokus pada perangkat lunak bantuan pengemudi Autopilot Tesla setelah banyak terjadi kecelakaan mobil.

DOJ menolak berkomentar tentang masalah ini dan Tesla tidak segera menanggapi permintaan komentar. Pekan lalu, CEO Tesla Elon Musk mengatakan pada webcast yang membahas keuangan kuartal ketiga perusahaan bahwa dia yakin data yang dikumpulkan Tesla akan membuktikan sistem full self driving (FSD)-nya lebih aman daripada manusia yang mengemudi sendiri.

Baca Juga

Musk mengatakan versi beta dari perangkat lunak FSD Tesla harus tersedia untuk semua pelanggan yang mendaftar pada akhir tahun ini, tetapi mengatakan itu belum cukup siap. Situs web Tesla mengatakan pengemudi harus selalu memegang kemudi saat menggunakan Autopilot. Namun, menurut laporan dari The Washington Post pada bulan Juni, mobil Tesla yang menggunakan perangkat lunak Autopilot telah terlibat dalam 273 kecelakaan selama tahun sebelumnya, mengutip data yang diterbitkan oleh Administrasi Keselamatan Lalu Lintas Jalan Raya Nasional.

Tesla menghadapi banyak tuntutan hukum yang sedang berlangsung terkait dengan perangkat lunak Autopilot-nya, termasuk gugatan class action yang diajukan di San Francisco pada bulan September. Pengemudi yang membeli atau menyewa kendaraan Tesla dengan perangkat lunak Autopilot, Enhanced Autopilot, dan FSD sejak 2016 menuduh bahwa pembuat mobil listrik itu menyesatkan publik dengan mengiklankan kemampuan mengemudi sendiri yang jauh lebih canggih daripada yang sebenarnya sehingga membahayakan pengemudi.

Dilansir CNET, Kamis (27/10/2022), Tesla mendapat kecaman pada bulan Januari di California, ketika Departemen Kendaraan Bermotor mengatakan bahwa Tesla menyesatkan pelanggan dengan bahasa iklan yang melebih-lebihkan dan soal kemampuan teknologinya. Perusahaan juga dituduh pada bulan Agustus terlibat dalam iklan palsu.

Jaksa California pada bulan Januari juga mengajukan tuntutan kejahatan pembunuhan kendaraan pertama di AS terhadap seorang pengemudi yang terlibat dalam tabrakan fatal terkait Autopilot pada tahun 2019. Kemudian pada Agustus 2021, Administrasi Keselamatan Lalu Lintas Jalan Raya Nasional mengumumkan secara resmi melihat keamanan fungsi bantuan pengemudi Autopilot Level 2 Tesla, khususnya kecelakaan dengan kendaraan darurat yang diparkir. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement