REPUBLIKA.CO.ID, KAMPALA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menduga perubahan iklim menjadi salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit zoonosis di Afrika. Merebaknya kembali wabah Ebola di beberapa negara di benua tersebut, terutama Uganda, ditengarai turut dipengaruhi hal tersebut.
"Ada beberapa peneliti yang telah menunjukkan kemungkinan hubungan antara perubahan iklim yang kita lihat dan peningkatan penyakit zoonosis, dan untuk kasus khusus Ebola ini, misalnya," kata manajer insiden WHO Afrika untuk wabah Ebola di Uganda, Patrick Otim, dilaporkan laman All Africa, Ahad (6/11/2022).
Penyakit zoonosis yang terjadi di Afrika telah meningkat lebih dari 63 persen dalam satu dekade terakhir. Otim menjelaskan penyakit disebabkan oleh beberapa faktor. Ebola, misalnya, sangat dipengaruhi oleh faktor manusia. Ketika populasi meningkat dan manusia melanggar batas habitat satwa liar, interaksi dengan hewan meningkat. Hal ini, ujar Otim, meningkatkan penyebaran penyakit ke manusia.
Otim mengatakan, perubahan suhu dan iklim juga memacu migrasi serta pergerakan beberapa inang virus Ebola. "Untuk virus Ebola, kita tahu bahwa kelelawar dan hewan lain adalah inang dari virus khusus ini. Jadi, ketika mereka pindah dari daerah yang, misalnya, terjadi kekeringan, atau daerah yang tidak lagi kondusif bagi mereka, ke daerah yang menguntungkan, mereka dapat pindah ke daerah yang dihuni oleh populasi manusia. Oleh karena itu terjadi interaksi antara manusia meningkat,” paparnya.
Saat ini negara Afrika yang tengah menghadapi lagi penyebaran wabah Ebola adalah Uganda. Menurut WHO, penyakit tersebut telah menyebar ke tujuh distrik di Uganda, di luar pusat wabah, yakni di distrik Mubende. Laporan terbaru menyebut, sudah terdapat 131 kasus Ebola terkonfirmasi di Uganda, termasuk 48 kematian.
Wabah Ebola di Uganda saat ini diyakini dipicu oleh apa yang disebut strain Sudan. Belum ada vaksin tersedia untuk strain tersebut. WHO mengatakan beberapa kandidat vaksin yang menjanjikan akan segera menjalani uji klinis untuk mengevaluasi potensi mereka melawan Ebola.