REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Google pada Senin (14/11/2022) sepakat untuk menyelesaikan kasus privasi dengan 40 negara bagian Amerika Serikat (AS). Perusahaan itu setuju untuk membayar 391,5 juta dolar AS atau Rp 6 triliun guna menyelesaikan kasus tentang bagaimana perusahaan melacak lokasi pengguna.
Jaksa menyebut kesepakatan ini sebagai kemenangan terbesar bagi konsumen dan penyelesaian terbesar dalam kasus privasi di Amerika.
“Platform digital seperti Google tidak bisa mengklaim untuk memberikan kontrol privasi kepada pengguna Kemudian berbalik dan mengabaikan kontrol tersebut,” kata Jaksa Agung New Jersey Matthew Platkin dalam pernyataan itu, dilansir dari Japan Today, Selasa (15/11/2022).
Sejak 2018, raksasa teknologi AS menghadapi aturan ketat di Eropa. Google, Amazon, dan lainnya dikenakan denda besar atas pelanggaran privasi. Kasus AS dimulai setelah sebuah artikel pada 2018 dari Associated Press melaporkan bahwa Google melacak pengguna bahkan ketika mereka telah memilih keluar dan praktik tersebut. Negara bagian lain yang terlibat termasuk Arkansas, Florida, Illinois, Louisiana, Carolina Utara, Pennsylvania, dan Tennessee.
Secara khusus kesalahan dalam kasus mereka adalah bukti bahwa pengguna terus dilacak ketika mereka menonaktifkan opsi riwayat lokasi di ponsel mereka. Sebab, pelacakan berlanjut melalui pengaturan Aktivitas Web & Aplikasi yang terpisah.
Dalam pernyataannya, Google mengatakan bahwa tuduhan itu didasarkan pada fitur produk yang sudah tidak mutakhir lagi.
“Konsisten dengan peningkatan yang telah kami lakukan dalam beberapa tahun terakhir, kami telah menyelesaikan penyelidikan ini yang didasarkan pada kebijakan produk usang yang kami ubah bertahun-tahun lalu,” kata perusahaan itu.
Di bawah penyelesaian ini, Google akan memberikan informasi lebih rinci tentang aktivitas pelacakan.