REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat terjadi bencana, masjid sering menjadi tempat rujukan para korban untuk menjadi tempat perlindungan. Bahkan tak jarang penyintas memilih masjid sebagai tempat pengungsian.
Karenanya, penting bagi pengurus masjid untuk memahami bagaimana melakukan penanganan pengungsi dan korban bencana.
Untuk itu Lembaga Penanggulangan Bencana Majelis Ulama Indonesia (LPB MUI) Pusat menggelar kegiatan pelatihan Masjid Tangguh Bencana. Kegiatan tersebut menggandeng sejumlah lembaga kemanusiaan dan luar negeri diantaranya USAID, Red-R indonesia, Humanitarian Filantropi Indonesia (HFI) dan Wahana Visi Indonesia (WVI).
Demikian diungkapkan Sekretaris LPB MUI, Ahmad Baidun dalam acara simulasi penanganan korban bencana di masjid Akbar Kemayoran, Kamis (17/11/2022). "Ini menjadi pilot project (proyek percontohan) dari program Masjid Tangguh Bencana yang menjadi salahsatu program LPB MUI," ujarnya, seperti dalam siaran pers.
Ketua DKM Masjid Akbar ustadz Ali Khafiah Merasa bersyukur adanya program LPB MUI tersebut. "Daerah sekitar masjid Akbar Kemayoran adalah daerah rawan bencana banjir dan kebakaran. Kami merasa perlu memiliki tim tanggap bencana agar dapat membantu masyarakat sekitar," ujar Ali.
Kegiatan pelatihan sendiri berlangsung selama tiga hari sejak 14 hingga 17 November 2022 dan di buka oleh Ketua MUI Pusat Dr KH M Sodikun dan Ketua LPB MUI, Prof Dr Ir Ja'far Hafsah. "Dua hari diisi dengan teori, dan satu hari simulasi. Kegiatan ini pesertanya melibatkan selain pengurus DKM juga ada karang taruna, BPBD DKI, kepolisian, TNI, kelurahan majelis taklim dan pengurus lingkungan," ungkap salahsatu fasilitator kegiatan, Subhan Alba.
Dikatakannya, program masjid tangguh bencana ini merupakan bagian dari program besar rumah ibadah tangguh bencana yang digelar HFI dan WVI. "Selain masjid, kegiatan juga digelar di rumah ibadah agama lainnya seperti gereja, kelenteng dan vihara," kata Subhan yang juga pengurus LPB MUI tersebut.