REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gempa Cianjur yang terjadi pada Senin (21/11/2022) siang pukul 13.21 WIB dan berkekuatan 5,6 magnitudo disebabkan oleh aktivitas Sesar Cimandiri. Sesar Cimandiri mempunyai panjang kurang lebih 100 kilometer dan berdekatan dengan Sesar Lembang.
Ahli Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwan Meilano mengatakan, Sesar Cimandiri dan Sesar Lembang mempunyai sistem yang berbeda. “Masing-masing memiliki karakter sendiri dan potensi sendiri,” kata Irwan kepada Republika, Selasa (22/11/2022).
Menurut beberapa riset, Irwan menjelaskan, sebuah gempa bisa meningkatkan regangan dan tegangan, baik stress maupun strain di daerah yang berdekatan. Kemudian ini bisa mengakibatkan periodisasi dari sebuah gempa yang lain menjadi lebih cepat.
“Memang ada beberapa riset yang menyatakan tidak harus menjadi gempa, kalau memang masih lama waktunya tapi akan mempercepat periodisasi. Aman dikatakan bahwa masing-masing sesar berbeda. Memang memengaruhi, tetapi pengaruhnya tidak harus menjadi gempa,” ujarnya.
Untuk potensinya, Irwan menyebut kekuatan gempa dari Sesar Lembang bisa berpotensi lebih besar dibanding Sesar Cimandiri, lebih dari magnitudo 6. Meski begitu, Irwan menyebut masyarakat tetap perlu waspada.
“Kewaspadaan itu penting ya. Tanpa adanya gempa Sesar Cimandiri, potensi di Lembang sudah ada. Tapi bukan berati sudah ada gempa, giliran di Lembang, tidak seperti itu,” ucap dia.
Ini bukan pertama kali pergerakan Sesar Cimandiri menyebabkan gempa. Irwan menjelaskan, pernah terjadi gempa berkekuatan serupa di tahun 1970-an. Oleh karena itu, dia meminta pemerintah dan pemda untuk memahami daerah tersebut memiliki potensi gempa.
“Penataan ruang dan kaidah pembangunan yang dilakukan tiap daerah harus disesuaikan dengan struktur geologinya serta jaraknya dari sumber gempa. Selain itu, masyarakat juga harus melek literasi dan pengetahuan bahwa mereka tinggal di daerah yang rawan gempa sehingga mitigasi dapat dilakukan,” tambahnya.