REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Dalam kehidupan sehari-hari di dalam keluarga Islam sering mendengar kata hadiah atau pun hibah. Lalu apa itu hadiah dan hibah? benarkah sama arti dan praktiknya.
Dalam buku "Bimbingan Islam untuk Hidup Muslim Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya dari Lahir Sampai Mati Berdasarkan Alquran dan Sunnah" yang ditulis tiga Ustadz yakni DR Ahmad Hatta M, DR Abbas Mansur Taman MA, Ahmad Syahirul Alim LC M.Pd.I menerangkan tentang hadiah dan hibah.
Hadiah adalah seorang pada masa hidupnya memberikan sesuatu yang bisa dimanfaatkan baik materi atau fungsinya. Tanpa imbalan kepada orang lain dengan tujuan untuk memuliakan atau mendapatkan kecintaannya.
Mereka menuliskan, bahwa saling memberi ini merupakan sunnah Rasulullah dan faidilahnya bisa saling mencintai.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Berikanlah hadiah, kalian akan saling mencintai." (Bukhari Al Adab al Mufrad, 594, hadits Hasan).
Sementara hibah memiliki pengertian yang sama seperti hadiah. Tetapi, tidak dimaksudkan untuk memuliakan atau mendapatkan kecintaannya. Yang menjadi pertanyaan Bolehkah mengambil kembali hibah?
Penulis buku ini memberikan pendapatnya. Diharamkan mengambil kembali hibah yang telah diberikan kepada orang lain. Kecuali hibah diberikan seorang ayah kepada anaknya.
Hal itu sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam:
"Tidak halal seseorang memberikan pemberian, atau memberi hibah, kemudian dia kembali mengambilnya. Kecuali seorang ayah diperbolehkan mengambil kembali pemberian kepada anaknya. Dan perumpamaan seseorang yang memberikan sebuah pemberian kemudian memungutnya kembali, adalah seorang seekor anjing yang makan. Ketika dia kenyang, dia memuntahkan makanannya, kemudian dia kembali memakan mentahannya." (Abu Daud Tirmidzi Ibnu Majah).
Penulis buku ini menjelaskan mengapa boleh mengambil kembali hibah orang tua kepada anaknya. Katanya, kebolehan mengambil kembali hibah yang diberikan orang tua kepada anak terkait dengan kewajiban orang tua untuk memperlakukan anak-anaknya dengan adil, termasuk dalam pemberian.
Kecuali karena ada sebab-sebab tertentu yang sah menurut syariat, yang membuat seorang anak boleh untuk mendapatkan pemberian dari orang tuanya, lebih dari pemberiannya kepada saudara-saudaranya yang lain. Seperti karena perbedaan kebutuhan karena tuntunan zaman atau tempat hidupnya, kefakirannya, dan lain-lain.
Diriwayatkan dari Nu'man bin Basyir beliau mengatakan, "Aku mendapat pemberian dari ayahku. Tetapi Amrah binti Rawahah berkata," aku tidak rela, sampai engkau meminta kesaksian kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tentang boleh pemberian itu. Basyir kemudian mendatangi Rasulullah, dan berkata, "Aku telah memberikan sesuatu kemudian kepada anakku dari Amrah binti Rawahah, tetapi dia menyuruhku untuk meminta kesaksian kepada engkau wahai Rasulullah. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bertanya. "Apakah engkau telah memberikan pemberian yang sama kepada semua anak-anak engkau?" Dia menjawab,? "Tidak" Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda. "Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adilah terhadap anak-anak engkau. " Basyir kemudian pun pulang dan beliau mengambil kembali pemberiannya." (Shahih Bukhari).