REPUBLIKA.CO.ID,TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel yang akan lengser, Yair Lapid, menyebut Benjamin Netanyahu akan melakukan segalanya untuk menghindari hukuman penjara. Hal ini disampaikannya dalam sebuah konferensi di Yerusalem, seperti dilansir Middle East Monitor, Selasa (29/11/2022).
"Intinya dia akan menjadi Perdana Menteri kedua dalam sejarah negara yang masuk penjara. Tidak ada yang tidak akan dia lakukan untuk mencegah hal ini," kata Lapid.
Netanyahu terpilih kembali sebagai Perdana Menteri Israel setelah meraih kemenangan dalam pemilihan akhir Oktober 2022 lalu. Namun dia dibayangi berbagai tudingan kasus yang mengarah kepadanya.
Netanyahu telah menghadapi tuduhan penipuan, penyuapan, dan pelanggaran kepercayaan sejak 2020, tuduhan yang dia bantah dengan keras. Ehud Olmert adalah Perdana Menteri Israel pertama yang masuk penjara atas tuduhan korupsi.
Netanyahu saat ini sedang dalam proses konsultasi dengan partai-partai sayap kanan untuk membentuk pemerintahan Israel yang akan datang, karena koalisinya mengamankan mayoritas parlemen yang memungkinkan dia untuk membentuk pemerintahan.
Utusan Palestina untuk PBB Riyad Mansour menyebut pemerintahan baru Israel sebagai fasis. Menurutnya, kembali terpilihnya Benjamin Netanyahu sebagai perdana menteri dan masuknya partai sayap kanan dalam kabinet akan memperburuk ketegangan antara Israel dan Palestina.
"Akan ada fasis yang memegang posisi kabinet di pihak Israel. Serangan terhadap rakyat Palestina akan meningkat. Situasinya akan berubah dari buruk menjadi lebih buruk," ujar Mansour.
Dia meminta Dewan Keamanan PBB menangani pemerintahan baru Israel dengan cara yang berbeda untuk melindungi rakyat Palestina. Netanyahu memulai negosiasi dengan para pemimpin blok sayap kanan untuk membentuk pemerintahan koalisi setelah memenangkan mayoritas suara di Knesset awal bulan ini.
Koordinator Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah, Tor Wennesland memperingatkan intensitas kekerasan yang terjadi di wilayah pendudukan Tepi Barat kepada Dewan Keamanan PBB. Dia juga menyoroti perluasan permukiman ilegal, dan negosiasi yang terhenti antara Israel-Palestina.