REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan mendorong transformasi dalam literasi ekonomi syariah nasional. Tenaga Ahli Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Keuangan Syariah, Indah Pertiwi Nataprawira menyampaikan literasi ekonomi syariah yang masih sangat rendah butuh strategi penguatan komunikasi dan branding.
"Masih lemahnya literasi ekonomi syariah karena kita belum berhasil mengangkat keunggulannya," katanya dalam Konvensi Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di Wisma Mandiri, Jakarta, Jumat (2/12).
Kehadiran strategi komunikasi dan branding diperlukan di tengah budaya membaca yang semakin rendah. Mayoritas masyarakat Indonesia saat ini malas membaca dan menyukai informasi-informasi yang instan.
Indah mengatakan, perlu sebuah terobosan yang membuat masyarakat dapat mengenali ekonomi syariah dalam waktu singkat. Ini seperti membuat sampul buku yang menggambarkan keseluruhan dari isi buku tersebut.
"Karena masyarakat itu menilai dari sampulnya, mereka tidak mau baca keseluruhan, sehingga kita perlu memproyeksikan poin-poin terpenting saja," katanya.
Ia mencontohkan, jargon bahwa ekonomi syariah adalah ekonomi kerakyatan yang berasal keadilan serta tahan terhadap gejolak. Ekonomi syariah membawa produktifitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Ini karena dalam prinsip ekonomi syariah, kapital atau modal tidak boleh diam melainkan harus didistribusikan. Sistem tersebut membuat perekonomian terus berjalan. Hal ini berarti ekonomi syariah adalah lawannya resesi.
Resesi dan stagflasi adalah ekonomi yang melambat bahkan menurun, karena perputaran kapital berkurang. Dengan konsep ekonomi syariah, kapital dipastikan terus bergerak sehingga ekonomi bisa terus tumbuh.
"Semua orang dipastikan punya akses ekonomi dengan sistem ekonomi syariah, tidak terhimpit oleh kapital-kapital besar," katanya.
Selain itu, dari sisi spiritual, ekonomi syariah memberikan rasa aman dan tenang. Konsep keberkahan dan kemaslahatan dalam ekonomi syariah adalah kunci dari ekonomi berkeadilan dan kemerataan.
Menurutnya, keunggulan-keunggulan tersebut harus dikomunikasikan secara masif. Perlu strategi holistik yang dilakukan semua pihak yang dapat menjadi pendorong sisi kebutuhan terhadap produk ekonomi dan keuangan syariah.
"Kita perlu juga menentukan daya cipta dengan inovasi sehingga bisa menciptakan kebutuhan baru, bahwa ekonomi syariah bisa memberikan sesuatu yang berbeda," katanya.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), literasi keuangan syariah sebesar 9,14 persen dan tingkat inklusi keuangan syariah sebesar 12,12 persen pada 2022. Sementara indeks literasi ekonomi syariah Indonesia menurut Bank Indonesia, mencapai 23,3 persen pada 2022 atau naik dari posisi pada tahun 2021 yang sebesar 20,1 persen.