Kamis 22 Dec 2022 19:59 WIB

KSP: Impor Beras tak Ganggu Status Swasembada yang Dicapai Indonesia

Pemerintah menugaskan Bulog untuk mengimpor beras sebesar 500 ribu ton.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja menurunkan beras impor asal Vietnam milik Perum Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Perum Bulog mengimpor 5.000 ton beras asal Vietnam yang dialokasikan untuk pemenuhan stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang dilakukan secara bertahap sehingga sampai Desember 2022 total importasi beras sebanyak 200.000 ton.
Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Pekerja menurunkan beras impor asal Vietnam milik Perum Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Perum Bulog mengimpor 5.000 ton beras asal Vietnam yang dialokasikan untuk pemenuhan stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang dilakukan secara bertahap sehingga sampai Desember 2022 total importasi beras sebanyak 200.000 ton.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Presiden (KSP) menyatakan, kebijakan impor beras sebanyak 500 ribu ton melalui Perum Bulog tidak menganggu status Indonesia yang telah mencapai swasembada beras dalam tiga tahun terakhir.

"Impor beras ini juga tidak mengganggu status swasembada beras, karena masih jauh di bawah 10 persen. Ini sesuai standar FAO,” kata Tenaga Ahli Utama KSP, Bustanul Arifin dalam pernyataan resminya, Kamis (22/12/2022).

Baca Juga

Bustanul pun menepis anggapan soal kebijakan impor beras dilakukan terburu-buru dan tanpa perencanaan serta tidak adanya penyesuaian antara data valid produksi dengan proyeksi kebutuhan.

Ia menegaskan, pemerintah dalam mengambil kebijakan impor beras sudah melalui pertimbangan yang matang dan koordinasi intensif dengan stakeholder terkait.

Impor beras pun hanya dilakukan hanya oleh Bulog untuk memperkuat Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Cadangan beras tersebut memiliki peran penting dalam program pemerintah. Seperti penyaluran beras untuk penanggulangan bencana, stabilisasi harga, bantuan sosial, dan kegiatan pemerintah lainnya.

“Impor yang dilakukan sangat terbatas baik jumlah, waktu, dan penggunaannya. Dari sisi jumlah hanya satu koma tujuh persen dari kebutuhan nasional. Dari sisi waktu dilakukan sebelum musim panen tiba, dan penggunaannya hanya untuk menguatkan cadangan beras pemerintah,” kata Bustanul.

Ia pun mengungkapkan, sebenarnya produksi beras tahun ini menginidikasikan adanya surplus. Berdasar data BPS, surplus akan mencapai 1,7 juta ton. Hanya saja, saat ini keberadaan stok beras 68 persen berada di rumah tangga, sehingga tidak bisa dibeli oleh pemerintan sebagai tambahan cadangan.

Selain itu, Bulog memiliki keterbatasan untuk menambah cadangan dari dalam negeri karena harga beras di pasar jauh lebih tinggi dibandingkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yakni Rp 8.300 per kilogram. “Untuk itulah mengapa penguatan cadangan beras pemerintah dalam jangka pendek perlu dilakukan melalui impor, meskipun secara nasional produksi beras masih surplus,” terangnya.

Sebagai Informasi, realisasi kebijakan impor beras sebanyak 500 ribu ton akan dilakukan secara bertahap. Sebanyak 200 ribu ton beras akan masuk pada Desember 2022, dan sisanya sebanyak 300 ribu ton direncanakan tiba pada awal 2023.

Impor 2023 akan dilakukan sebelum Maret, sehingga tidak berbenturan dengan masa panen raya yang diperkirakan akan jatuh pada Maret-April 2023.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement