REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Jajaran Satreskrim Polresta Cirebon berhasil mengamankan pelaku pencabulan anak di bawah umur. Dari hasil pemeriksaan, pelaku ternyata merupakan oknum tenaga pengajar dan korban adalah muridnya.
Kapolresta Cirebon Kombes Pol Arif Budiman, melalui Kasat Reskrim, Kompol Anton, mengatakan, pelaku yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka tersebut berinisial SR (25), warga Kabupaten Cirebon. "Korbannya berjenis kelamin laki-laki yang masih berusia 13 tahun dan merupakan salah satu murid SR," ujar Anton, Rabu (28/12).
Anton mengatakan, dari pengakuan korban, tersangka melakukan perbuatan cabul sebanyak tiga kali. Perbuatan tersebut terakhir kali dilakukan tersangka kepada korban pada 13 September 2022.
Dalam menjalankan aksi bejatnya, tersangka SR awalnya mengajak korban nongkrong ke suatu tempat. Namun ternyata, korban diajak ke tempat berbeda dengan yang dijanjikan.
Tersangka SR kemudian mengajak korban menonton video porno di handphone miliknya. Setelah itu, tersangka memaksa untuk melakukan tindakan pencabulan terhadap korban.
Tersangka mengancam akan menghukum korban jika tidak menuruti keinginannya. "SR juga mengancam agar korban tidak melaporkan peristiwa tersebut kepada siapapun," ucap Anton.
Namun, korban akhirnya mengadu kepada orang tuanya. Orang tua korban yang tidak terima dengan perlakuan tersangka kemudian melapor ke Satreskrim Polresta Cirebon.
Polisi langsung bertindak cepat setelah menerima laporan tersebut. Selain mengamankan tersangka SR, polisi juga menyita sejumlah barang bukti, seperti pakaian yang dikenakan korban pada saat kejadian dan handphone milik pelaku.
Anton mengungkapkan, saat ini, pihaknya masih mendalami kasus tersebut dengan memeriksa tersangka SR dan akan dilakukan pemeriksaan psikologis. Pemeriksaan psikologis itu untuk memastikan apakah tersangka SR memiliki kelainan atau tidak.
"Dari hasil pemeriksaan sementara, pelaku juga pernah menjadi korban pencabulan," terang Anton.
Menurut Anton, tersangka SR dijerat Undang-Undang Perlindungan Anak dan diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.
"Kami bersama pihak terkait juga memberikan pendampingan psikologis dan trauma healing kepada korban," ucap Anton.