Kamis 29 Dec 2022 05:20 WIB

Australia Siapkan Referendum untuk Masukkan Keterlibatan Pribumi

Perubahan konstitusional akan membantu Australia bersatu sebagai sebuah bangsa.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
 Perdana Menteri Australia Anthony Albanese. Warga Australia akan lakukan referendum konstitusi untuk memberikan suara institusional kepada penduduk Pribumi yang telah lama menderita pada 2023.
Foto: AP/Firdia Lisnawati
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese. Warga Australia akan lakukan referendum konstitusi untuk memberikan suara institusional kepada penduduk Pribumi yang telah lama menderita pada 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Warga Australia akan lakukan referendum konstitusi untuk memberikan suara institusional kepada penduduk Pribumi yang telah lama menderita pada 2023. Pengumuman itu akan menjadi jalan pengakuan pertama masyarakat adat dalam konstitusi dan memperbaiki eksklusi historis dari proses parlementer.

"Suara untuk Parlemen" yang diusulkan bertujuan untuk memberikan suara yang lebih besar kepada Penduduk Asli Australia dalam pembuatan kebijakan nasional. Kelompok adat harus berjuang melawan kesehatan yang lebih buruk, pendapatan yang lebih rendah, dan hambatan pendidikan yang lebih tinggi.

Baca Juga

Pribumi Australia saat ini tidak disebutkan dalam konstitusi yang diadopsi pada 1901. Setiap langkah untuk mengubah yang secara politik diperdebatkan.

Pemerintah Partai Buruh kiri-moderat telah berjanji untuk mengadakan referendum tentang masalah tersebut, tetapi telah menghindari penetapan tanggal sampai sekarang.

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese akhirnya angkat bicara di sebuah festival rakyat di negara bagian Queensland pada Rabu (28/12) malam. Dia menegaskan dalam pernyataan yang disiapkan yang dikeluarkan oleh pemerintahnya, pemungutan suara akan diadakan tahun depan.

“Saya juga ingin menegaskan kembali, dengan bangga dan jelas, tekad pemerintah saya untuk mengabadikan dalam konstitusi Australia sebuah Suara Pribumi untuk Parlemen,” kata Albanese dikutip dari Aljazirah.

“Suara untuk Parlemen” akan membentuk badan atau suara yang diakui secara konstitusional. Rangka ini nantinya bertanggung jawab untuk memberi nasihat kepada pemerintah tentang masalah yang mempengaruhi Penduduk Asli Australia.

Albanese berpendapat bahwa perubahan konstitusional akan membantu Australia bersatu sebagai sebuah bangsa. Upaya terbaru itu sebagai bentuk menerima bantuan yang telah diberikan oleh warga pribumi selama ini kepada Australia.

Kelompok advokasi Rekonsiliasi Australia mengatakan, memasukkan suara pribumi ke dalam konstitusi  memiliki arti besar. Tindakan itu akan berdampak lanjutan karena tidak dapat dihilangkan begitu saja jika pemerintah yang berbeda berubah pikiran di masa depan.

"Menanamkan keterlibatan dalam konstitusi akan mengakui tempat khusus orang Aborigin dan Penduduk Kepulauan Selat Torres dalam sejarah Australia,” kata kelompok tersebut.

Dari 26 juta penduduk Australia, sekitar 900.000 diidentifikasi sebagai Pribumi. Penduduk asli Australia menetap di negara itu diperkirakan 65 ribu tahun yang lalu, tetapi telah mengalami diskriminasi dan penindasan yang meluas sejak kedatangan pemukim Inggris di akhir abad ke-18.

Kelompok ini masih dilarang memberikan suara di beberapa negara bagian dan teritori Australia hingga tahun 1960-an. Ketidaksetaraan yang dihadapi penduduk Pribumi tetap mencolok. Mereka memiliki harapan hidup pendek selama bertahun-tahun daripada orang Australia lainnya dan jauh lebih mungkin meninggal dalam tahanan polisi.

Penduduk asli Australia merupakan sekitar dua persen dari total populasi tetapi, menurut Komisi Reformasi Hukum Australia, merupakan 27 persen dari populasi penjara.

Ada preseden internasional yang kuat di balik proposal keterlibatan pribumi ini. Kanada dan Norwegia mengubah konstitusinya pada 1980-an untuk lebih mengakui penduduk Pribumi. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement