Sabtu 14 Jan 2023 20:24 WIB

Suhu pada 2022 Jadi Salah Satu yang Terpanas Sejak Tahun 1880

Pencatatan mengenai suhu panas di bumi dilakukan pertama kali pada tahun 1880.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Qommarria Rostanti
2022 menjadi salah satu tahun terpanas sepanjang sejarah. (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
2022 menjadi salah satu tahun terpanas sepanjang sejarah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua lembaga sains federal mengumumkan, 2022 menjadi salah satu tahun terpanas yang dialami bumi. Pada tahun lalu, panas lautan melonjak dan lapisan es laut di Antartika mencair ke rekor terendah.

Menurut analisis tahunan terbaru oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA), tahun lalu adalah yang "terhangat" kelima dalam catatan sejarah. Suhu permukaan rata-rata global 0,8 derajat Celsius lebih hangat dari rata-rata abad ke-20.

Baca Juga

Berdasarkan laporan terpisah oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), bumi mengalami rekor tahun terpanas keenam pada 2022. Meskipun peringkat yang ditentukan oleh lembaga tersebut sedikit berbeda, namun analisis tersebut melukiskan gambaran luas dan mengkhawatirkan yang sama tentang pemanasan terus-menerus di tengah perubahan iklim bumi.

“Perbedaan antara kelima dan keenam di peringkat kami adalah seperseratus derajat Celsius. Itu bukan perubahan yang kuat,” ujar Direktur NASA Goddard Institute for Space Studies, Gavin Schmidt, seperti dilansir laman NBC News, Sabtu (14/1/2023).

“Kami mencoba untuk tidak membuat terlalu banyak peringkat tertentu. Kuncinya adalah tren jangka panjang, dan mereka sangat konsisten dari satu rekaman (ke rekaman berikutnya)," kata dia.

Kedua laporan menemukan sembilan tahun terakhir telah menjadi tahun terpanas sejak pencatatan dimulai pada 1880. Para ilmuwan setuju bahwa dunia telah menghangat sekitar 1,1 derajat Celsius sejak akhir 1800-an. Pada Paris Agreement 2015 ditetapkan batas pemanasan sebesar 1,5 derajat Celsius untuk mencegah konsekuensi perubahan iklim yang paling dahsyat.

Tren saat ini menunjukkan dunia mungkin "kehabisan waktu"."Kami semakin dekat dengan itu," ujar Kepala Pemantauan Iklim di NOAA National Centers for Environmental Information, Russell Vose, mengomentari tentang ambang batas 1,5 derajat.

Ada kemungkinan pada tahun tertentu, suhu global rata-rata dekade ini dapat melonjak lebih dari ambang batas 1,5 derajat Celsius. Namun tren yang lebih mengkhawatirkan datang ketika tingkat pemanasan tersebut bertahan selama beberapa dekade.

Sebuah laporan besar dari United Nations Intergovernmental Panel on Climate memperkirakan bahwa pemanasan global dapat melampaui 1,5 derajat Celsius pada 2040. Konsekuensi dari pemanasan tersebut telah dirasakan di seluruh dunia, mulai dari banjir dahsyat pada tahun lalu di Pakistan hingga gelombang panas yang memecahkan rekor di Eropa dan Asia, serta kekeringan yang terus berlanjut di seluruh dunia.

Penelitian telah menunjukkan, pemanasan global akan mengintensifkan banyak peristiwa cuaca ekstrem semacam ini. Analisis NOAA juga membunyikan alarm atas kesehatan lautan dunia.

Kandungan panas lautan, yang merupakan ukuran jumlah panas yang tersimpan di bagian atas lautan, mencapai rekor tertinggi pada tahun lalu. Ini melampaui rekor yang ditetapkan pada 2021. Para ilmuwan secara rutin memantau panas lautan karena air yang lebih hangat berkontribusi pada pengasaman laut, kenaikan permukaan laut, dan cuaca ekstrem.

Suhu pada 2022 juga terus memengaruhi lapisan es laut di kutub bumi. Cakupan es laut tahunan rata-rata Antartika menyusut menjadi 4,1 juta mil persegi, mendekati rekor terendah yang ditetapkan pada 1987. Menurut NOAA, arktik mencatat rata-rata cakupan es laut tahunannya pada 4,1 juta mil, tingkat terkecil ke-11 dalam catatan. Administrator NASA, Bill Nelson. menyebut temuan kedua laporan itu sebagai ajakan untuk bertindak.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement