REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Praja Muda Karana atau yang lebih akrab kita kenal dengan Pramuka adalah salah satu organisasi yang bergerak dalam bidang kepanduan dengan konsep alam bebas. Selama ini yang kita lihat Pramuka masih ada dan keberadaannya masih eksis di sekolah.
Di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) kegiatan pramuka menjadi salah satu ekstrakurikuler, anggotanya pun masih banyak. Namun sayangnya, keberadaan Pramuka di Sekolah Menengah Atas (SMA) nampaknya mulai meredup dan sedikit sekali anggotanya.
Gerakan Pramuka merupakan organisasi pendidikan nonformal yang mendidik anggotanya untuk mandiri dan mempunyai sikap kepemimpinan yang baik. Orang yang mengikuti gerakan ini disebut dengan Pramuka. Pramuka sendiri dibagi menjadi empat golongan yang dibagi berdasarkan usia anggotanya. Pramuka Siaga usia 7-10 tahun, Pramuka Penggalang usia 11-15 tahun, Pramuka Penegak 16-20 tahun dan Pramuka Pandega usia 21-25 tahun.
Metode pengajaran yang diajarkan di Pramuka menggunakan konsep alam bebas dan petualangan, dimana anggotanya langsung bergaul dengan alam dan masyarakat sekitar. Konsep dasa darma dan tri satya menjadi pegangan mereka dan harus mencerminkan kedua hal tersebut. Jiwa kepemimpinan terus ditanamkan dalam jiwa anggota Pramuka, kekompakkan dan keceriaan menjadi salah satu hal yang paling terciri pada kegiatan tersebut.
Di kalangan remaja, keberadaan Pramuka seringkali menjadi bahan tertawaan. Banyak anak muda enggan mengikuti gerakan Pramuka. Mereka beranggapan, ikut kegiatan pramuka, kuno dan jadul (istilah zaman sekarang). Padahal dari segi kegiatan, Pramuka sejalan dengan zaman. Pramuka juga merupakan satu-satunya organisasi yang diakui negara dan mempunyai undang-undang.
Merita Zulfa Kurniasari ketua Dewan Kerja Cabang (DKC) Pramuka Jakarta Barat mengatakan kegiatan pramuka merupakan wadah untuk belajar tentang banyak hal dan memperoleh banyak teman. Ia menambahkan anak muda sekarang tak tertarik terhadap Pramuka karena banyak yang tahu soal pramuka. “ Anggota Pramuka kita itu paling banyak di dunia ini berdasarkan pernyataan pada jambore dunia 2011 lalu di Swedia “ ujarnya.
Pendapat serupa disampaikan oleh Fajar Hayu Atmaja ketua Dewan Kerja Ranting (DKR) Pramuka Kecamatan Kalideres Jakarta Barat sekaligus mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. “Arti Pramuka adalah masalah hati, karena Dasa Darma itu menggunakan hati untuk bisa memahaminya “ kata Fajar. Ia berpendapat sedikitnya pemuda yang ikut dalam Pramuka adalah masalah nasionallisme yang sudah turun di mata pemuda , mereka mamaknai nasionalisme hanya dengan pikiran bukan dengan hati karena itu semua berbeda jika kita memahaminya dengan pikiran yang timbul adalah politik.
Penulis: Ronni (Mahasiswa jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012)